Jejak

Jejak

Senin, 17 Juni 2013

Melirik Masa Kecil di Tanoker


                                                              Enggrang yang dimainkan anak-anak Tanoker


         Tanoker. Saat pertama kali telingaku menangkap gelombang suara aneh itu, ku kira aku salah mendengarnya. Ceker? Loker? tanoker? makanan apa sih... tanyaku bingung yang cuma ditanggapi gelak tawa seorang teman yang mengajakku. Karena rasa penasaran yang begitu besar, akhirnya aku dan 3 orang temanku yang lainnya berangkat. Perjalanan yang cukup jauh ku rasa, apalagi dari kita berempat sama sekali buta dengan lokasi Tanoker. Hanya berbekal pengetahuan tempat tanoker berada yaitu desa Ledokombo. Tanoker apa siiih.... rasa penasaran makin mencengkeram. Berasa perjalanan yang gak berujung (tsaaaaaaaaaahh...). Namun akhirnya, dengan jurus tanya kesana-kemari kami sampai juga di lokasi. Sebuah spanduk berukuran sedang menyambut kami dari luar. "Welcome to Tanoker Ledokombo, Finalis dan Paguyuban Gus dan Ning Jember" begitu bunyi yang tertera di spanduk. Ehh?? jadi tambah bingung. iki opo neh to yo?

         Namun akhirnya semua pertanyaan yang sedari tadi bergelantungan di pikiran ku, terjawab sudah. Tanoker itu sebuah tempat belajar dan tempat bermain anak-anak. Iya, begitu lah ringkas nya. Tanoker bisa dikatakan sebagai suatu tempat yang menampung anak-anak yang ditinggal orang tuanya bekerja sebagai buruh Migran. Anak-anak yang kurang perhatian karena jauh dari orang tua tersebut, di didik oleh tanoker di sebuah pondok asuhan bu Cicik. Banyak pelatihan yang diajarkan disini, contohnya saja pelatihan bahasa inggris. Hal utama yang membuat Tanoker unik yaitu permainan tradisional nya yaitu enggrang. Iya, lewat enggrang, anak-anak di tanoker lebih banyak bermain dan mengenal permainan tradisional yang kita tahu saat ini jarang sekali ditemukan. Selain enggrang, ada juga permaianan polo lumpur. Sehari berada disana, aku berasa memutar memory otakku kembali pada masa kecil. Masa happy, masa tanpa beban, masa tanpa laporan, masa tanpa galau. Tertawa lepas sepuas-puasnya bersama anak-anak kecil yang tawanya tulus, lugu dan imyuuut-imut itu. Masa dimana aku masih suka main enggrang yang dibuat bapakku, main lumpur di sawah bersama teman masa kecil yang sekarang sudang punya momongan bayi #ehhh.  Tanoker memang membuat rindu berasa sangat nyata buat saya.  hehhe.
          Ternyata tempat yang sedang aku kunjungi bersama Gus dan Ning Jember itu memiliki filosofi yang sangat menarik. Tanoker itu bahasa Madura, yang arti dalam bahasa Indonesia nya  adalah kepompong atau dalam arti bahasa Jawanya enthung. Semua orang pasti tau makna di balik kepompong yang dalam kehidupan nyata melalui proses metamorfosis sempurna untuk berubah jadi kupu-kupu yang indah. Mungkin itu sebuah pengaharapan yang istimewa untuk anak-anak disana. bukan hanya filosofi namanya, para pendidik disana juga sangat baik dan ramah. Contohnya bu Cicik yang baiknya pake banget.  Kepada orang yang tidak beliau kenal seperti saya dan teman-teman, beliau sangat ramah. Juga kepada bule-bule yang datang berkunjung kesana. Bule-bule ini adalah guru besar Gus dan Ning dari Australia. namun belakangan saya tahu kalo ternyata di Tanoker memang sering dikunjungi oleh turis dari luar negeri. 
          Well, aku harap, aku bisa kesana lagi. Bermain polo lumpur hingga puas bersama teman-teman kecil disana, karena sayangnya waktu itu aku belum sempat ikut bermain lumpur disana :) semoga saja.







Continue Reading...

Followers

Follow Us

Follow The Author