Jejak

Jejak

Rabu, 29 Oktober 2014

Ngelantur !

    Saya tengah berada di atas kasur dengan beberapa laporan yang menumpuk. Seharian ini saya cuma berkencan dengan mereka, mengoreksi yang mungkin salah, memberi nilai dan bodohnya tak bisa saya selesaikan dalam waktu singkat. Saya sedang malas. Ada banyak kepungan yang merendahkan kecepatan berpikir, kepungan waktu mungkin. Lama-lama saya jadi benci sama waktu. Dia seringkali mengejar tanpa tahu tujuannya mengejar saya  untuk apa. Saya juga benci pikiran-pikiran buruk yang kerap kali mampir di otak saat saya sedang rajin-rajinnya mengerjakan sesuatu. Hmmm... jadi pingin cokelat atau es krim atau seikat bunga di meja belajar. Bunganya bukan mau saya makan, tapi buat dipandang. Terus dicium karena wanginya yang mungkin masih segar. Atau malah bikin merinding ya?
    Ketimbang mikir benda-benda mati tadi, mending saya luangkan waktu saja untuk yang hidup. Tapi, duh... saya baru sadar, saya lagi sendirian di kosan. Semua pergi. Entah rapat atau kencan atau tak tau lah. Saya malas mengejar mereka sedang dimana. Atau seperti malam-malam biasanya, ketika tak ada orang saya juga bakal kabur ke suatu tempat. Paling sering saya ngungsi di kosan yang lama. Bercerita panjang lebar dengan fitri atau Sriani. yaa.. tentang apapun. Atau berlama-lama wifian di macapat sembari menunggu balasan kawan2 kosan yang sudah pulang. Tapi malam ini lain. Saya gak berniat kabur. Saya masih saja setia di kamar sembari menyalakan laptop ditemani tumpukan laporan. Tanpa camilan, tanpa open facebook, tanpa smsn, tanpa wa, tanpa apapun. Ada yang salah sepertinya. Malam ini saya berasa luar biasa bisa meninggalkan segala kebiasaan yang entah baik atau buruknya tak pernah saya pikirkan.
      Jam 20.52. Saya mau menyudahi tulisan ini. Maaf saya lagi ngelantur. Hanya itu. []
Continue Reading...

Minggu, 26 Oktober 2014

Mengintip Indonesia dari Atap Sumbawa


Dunia itu seluas langkah kaki. Jelajahilah dan jangan pernah takut melangkah. Hanya dengan itu kita bisa mengerti kehidupan dan menyatu dengannya- Soe Hok Gie

            Sudah tak terbendung lagi niat saya untuk mengunjungi Pulau Seribu Bukit ini. Pesona cantiknya yang seringkali hanya bisa saya cicipi lewat foto, membuat saya acapkali gemas dan sering  bermimpi untuk mengunjunginya. Adalah Desa Tepal, sebuah desa yang terletak di kecamatan Batu Lanteh tepatnya di punggung Gunung Batu Lanteh  dan merupakan daerah penghasil kopi terbesar di Sumbawa. Banyak artikel menyebutkan desa Tepal masih memegang teguh budaya Samawa, budaya tradisional Sumbawa. Mulai dari cara berpakaian, rumah adat, bahasa, upacara adat pernikahannya dan juga pemandangan alamnya yang nampak eksotis. Hal ini yang menjadi salah satu alasan kuat mengapa saya begitu mengagumi nya dan sangat ingin mempelajari budaya mereka secara langsung.
            Saya sering membaca artikel di internet dan menemukan banyak cerita seru para penulis yang pernah singgah di Desa Tepal. Tentang rute jalannya yang begitu terjal dengan turunan yang begitu curam. Tentang kopi nya yang terkenal dengan citarasanya yang khas. Tentang pemandangan alamnya yang memikat, yang selalu saja seperti mempengaruhi saya lebih dalam untuk singgah disana. Juga tentang keteguhan masyarakat Tepal dalam memegang tradisi nenek moyangnya. Saya sudah sangat terpikat hanya dengan membaca segala tentangnya.
Holiday is Tepal. Saya bayangkan tengah  berada di atas hardtop, salah satu transportasi yang bisa diandalkan menuju desa Tepal selain kuda dan motor trail, dengan kondisi terguncang-guncang melewati jalan turunan yang begitu curam dan licin. Memacu adrenalin pastinya. Bisa dibayangkan letak Desa Tepal yang disebut-sebut sebagai atap Sumbawa karena letaknya yang berada di puncak tertinggi Sumbawa lalu melewati hutan belantara untuk sampai ke tujuan. Kemudian memasuki desa Tepal, perkebunan kopi yang menjadi sumber penghasilan masyarakat Tepal menyambut. Jenis kopi yang paling dominan berada di Tepal adalah jenis robusta yang sering disebut memiliki citarasa yang khas. Selain Robusta, juga terdapat kopi jenis arabika dan kawa tai ujat, sebutan masyarakat lokal untuk kopi luwak. Sepertinya sangat nikmat diseduh di daerah pegunungan yang dingin dan sejuk macam Tepal. Bahkan dengar-dengar harga kopi luwak ini dihargai Rp 100.000 hingga Rp 1 juta. Wah, bakal tambah istimewa saja rasanya. Tak hanya kopi, Sumbawa juga punya banyak kuliner khas berbahan dasar ikan. Misalnya saja Singang, masakan berkuah yang serupa dengan gulai ikan namun memiliki rasa yang berbeda karena kuahnya yang berasa segar dan agak masam.  Juga ada ikan kuah sepat yang seringkali sukses membuat saya ngiler saat membayangkannya. Masakan ini terbuat dari ikan bakar ditemani kuah sepat yang berbahan terong, mangga muda, daun aru, ketimun dan belimbing wuluh. Kemudian dimakan dengan menyuwir dagingnya terlebih dulu kemudian dicelupkan ke kuah sepat dan dicocol sambal tomat. Sedap ! 
Beranjak dari kuliner Sumbawa, mari kita kembali melirik budaya desa Tepal yang masih lestari. Salah satunya rapesat atau pijat perut, sebuah upacara yang ditujukan untuk mengakhiri kejadian yang dianggap di luar kebiasaan, misalnya saja mendung di musim panas yang dipercaya sebagai pertanda ada yang hamil di luar nikah. Bagi masyarakat Tepal, fenomena alam tak terpisahkan dengan perilaku hidup mereka. Kejadian alam di luar kebiasaan dimaknai sebagai adanya kenistaan. Menurut Hartono, Kepala Urusan Umum Desa Tepal, seperti yang dillansir website ekspedisi kompas, dengan adanya ritual tertentu masyarakat Tepal berharap hal buruk dapat berakhir. Selain rapesat, juga terdapat ritual eneng ujen. Ketika hujan tak kunjung tiba, ritual eneng ujen dilakuka dengan memerintahkan kaum muda pergi ke puncak Ngengas yang sangat dipercaya masyarakat Tepal sebagai tempat suci untuk berdoa. Gunung, dianggap tempat suci yang menghubungkan dunia manusia dan ilahi. Masyarakat Tepal sangat percaya hal itu. Dan di puncak Ngengas itulah kaum muda bermain rebana sebagai ritual eneng ujen. (Permana Sari dan Arif: Ekspedisi Kompas, 2011)
Lumbung hasil pertanian-Desa Tepal (http://blogsauted.blogspot.com/2012/10/tempat-wisata-di-sumbawa.html)
puncak Ngengas. (http://harisnasution5.blogspot.com/)
Memasuki desa Tepal akan ada banyak pemandangan menakjubkan yang bisa dinikmati. Deretan rumah adat Sumbawa Rumah yang terbuat dari bambu atau  kayu menjadi daya tarik tersendiri bagi orang yang melihatnya. Terdapat lumbung-lumbung beratap alang-alang sebagai tempat untuk menyimpan hasil pertanian berjejer dan letaknya tak jauh dari pemukiman warga. Kemudian ketika berkeliling menikmati suasana desa Tepal, terlihat wanitaTepal tengah duduk di teras rumahnya sambil menganyam tikar dari daun pandan membuat suasana pedesaan terasa begitu bersahaja. Belum lagi kabar-kabar mengenai wisata alamnya yang menakjubkan. Ada sungai Sabana, air terjun Telkan dan puncak Ngengas yang letaknya tak begitu jauh dari desa Tepal dan membuat saya tambah gemas ketika mendapati panorama indahnya lewat foto.

Sungai sabana (http://harisnasution5.blogspot.com/)
 Tanah samawa begitu  elok dan arif. Begitu mudah menarik hati saya untuk segera mengunjungi dan  mempelajari segala tentangnya. Yuk ke Sumbawa, melihat kearifan lokal yang masih terpelihara dan merasakan kesederhanaan masyarakat lokalnya. Ijinkan saya mengintip keindahan tanah air NTB  lewat atap Sumbawa, berenang di sungai Sabana dan air terjun Telkan, dan ketika letih tersedia ikan kuah sepat dan secangkir kopi Sumbawa untuk dinikmati. Kemudian saya akan pulang kembali ke tanah Jawa sembari membawa oleh-oleh khas Sumbawa, sebuah tikar daun pandan yang dianyam sendiri oleh wanita Tepal. Hanya dengan membayangkannya saja, saya percaya desa Tepal bakal jadi tempat liburan teristimewa buat saya []

Sumber :
Anonim. Panduan wisata Sumbawa. www.utiket.com.
Riki. Sebuah Desa Yang Bertahan Karena Tradisi. http://www.indonesiakaya.com.
Permanasari dan Arif. 2011. Ketika Kabut Turun di Tepal.  http://ekspedisi.kompas.com


Continue Reading...

Kamis, 09 Oktober 2014

I am Free

         Saya mau cerita. Ini bukan tentang kamu yang akhir-akhir ini seringkali menghilang, juga bukan tentang gerhana bulan yang keindahannya saya lewatkan karena tak menyadari waktu munculnya. Saya mau bicarakan tentang waktu tiga bulan terakhir. Sejujurnya saya sering memikirkan tentang hal ini, hingga kepala mau pecah saja rasanya dan sulit sekali tidur nyenyak. Waktunya memang singkat, dan yang begitu saya sesali adalah saya tak bisa memanfaatkan nya sebaik mungkin, semaksimal mungkin. Cuma bisa berpikir tanpa melakukan apapun. Ini bikin saya terpuruk. Setidaknya pernah terpuruk dan sebenarnya belum bisa bangkit hingga detik ini.
        Tiga bulan terakhir, ada banyak hal yang ingin saya perbaiki. Masih sangat melekat di ingatan ucapan mas Cetar di awal-awal bulan itu, jangan terlambat dewasa, jangan terlambat menyadari segala tanggung jawab. Saya jadi sedih. Nyatanya hingga saat ini masih saja begini. Jika bicara tentang kedewasaan seringkali orang lain mengatakan bahwa dewasa tidak dilihat dari usia, tapi tergantung bagaimana orang tersebut melihat ataupun mengatasi masalahnya. Sejauh ini saya masih setuju. Dan tentang beberapa hal yang belum bisa saya temukan solusi nya apa iya karena saya belum berpikir dewasa? Saya gak tahu, mungkin saja perlu seorang kawan psikologi untuk membantu memecahkan masalah saya ini. Ah... sedikit terlalu sih. Saya sudah mau berubah. Sudah saya lakukan beberapa hal untuk kembali menata pikiran yang seringkali kacau dan ruwet. Misalnya menuliskan To Do List setiap harinya sebelum saya memulai aktifitas harian. Agar saya tak kebingungan, agar saya tak merasa sepi karena hidup yang setiap hari terasa kosong karena... entahlah, mungkin karena kuliah yang cuma seminggu sekali. Saya jadi tambah bebal dalam hal manajemen waktu. Padahal, di semester-semester sibuk dulu sekitar semester 3, 4, 5, 6, tugas gak pernah absen, kuis, presentasi, laporan dan organisasi pun jalan. Saya bisa laksanakan semua. Bahkan empat organisai yang saya ikuti pun tetap berjalan. Kenapa sekarang, di waktu-waktu kosong yang panjang seringkali tak punya waktu untuk mnegurus ini itu? dasar manusia bebal, untuk mengurusi masalah penelitian di Puslit pun rasanya malas sekali. bayak kecemasan-kecemasa yang seringkali mampir dan membuat saya berpikir terus saja mikir tanpa tahu solusi yang harusnya saya ambil, Dan akhirnya pun bisa ditebak, saya cuma bisa diam dengan segala kegondokan pikiran. Cepet Bad mood dan yah... sangat sensi. hahaha.
        Hingga beberapa hari yang lalu dalam upgrading pengurus, saya kembali menemukan kalimat magis yang serupa dengan istilah terlambat dewasa. Dengan kalimat berbeda dan masih mas Cetar yang menuturkan, jadilah manusia yang bebas, jadi mausia yang merdeka. Disini sebenarnya saya jadi cukup sadar, kecemasan-kecemasan yang selama ini menghantui hidup sebenarnya gak penting. Malah merontokkan apa-apa yang ingin saya lakukan sekarang dan malah gak bisa maju. Saya terlalu memikirkan dan sangat menyesali tiga bulan terakhir tanpa mau cawe-cawe bagaimana seharusnya. Makanya saya mulai memperbaiki hal-hal kecil sekrang, seperti menuliskan To Do List di tiap harinya, dan cukup efektif saya rasa untuk mengusir kebodohan saya yang sekarang kerap muncul dalam memanajemen waktu. Saya mau bebas dari segala macam kecemasan ini. Gak akan terlalu peduli dengan orang-orang yang seringkali menghambat kerja pikiran. Pun kamu yang sering menghilang akhir-akhir ini. Saya mau bebas, mau memperbaiki diri sebaik-baiknya supaya bisa bersanding dengan hal-hal terbaik di masa depan kelak. Pun kamu, kalo memang iya terbaik juga buat saya. :)
Continue Reading...

Followers

Follow Us

Follow The Author