Jejak

Jejak

Jumat, 25 Maret 2016

Hape dan Sudut Jember yang Tak Biasa

     Satu minggu yang penuh. Bukan sebab terlalu sibuk urusan penelitian yang katjo. Tapi sebab ada banyak hal yang terjadi. Minggu kemarin, saya akhirnya tahu sudut Jember bernama Puger. Iya, setelah sekian tahun berada di kota ini baru minggu yang lalu saya berhasil menemuinya. Saya merasa sudut kota Jember yang satu ini berbeda dengan sudut yang lain. Asri, terasa sejuk dan kunjungan mendadak ke pantai Pancer juga menyenangkan. Ndilalah waktu sore menuju pantai berasa jadi pilihan tepat. 
      Nggak kalah sama sudut Puger, saya ketemu puncak indah di Jember. J88, Bukit di atas awan yang lagi santer. Saya berangkat habis shubuh bareng Diah, Fika sama Dita. Sebuah perjalanan menaklukan rasa takut. Hla gimana nggak, kami cuma berempat yang kesemuanya cewek pula, pencilakan naik-naik bebatuan tinggi menjulang yang di pinggir-pinggirnya jurang. Entah kenapa rasanya takut sekali mau naik. Nggak seperti biasanya, saya butuh waktu lama untuk sekedar naik pada batu tertinggi di lokasi. Tapi khirnya bisa juga. Lalu setelah turun, kami cuma bisa berdecak heran setelah melihat manusia yang lain ketakutan mau naik lalu bikin pijakan kaki dari temannya untuk bisa naik, padahal tadi kami bisa menaiki batu tersebut sendiri. Sedang yang lain juga ikut heran dengan tingkah polah empat perempuan kecil-kecil ini. Sepertinya, kami cuma sedang punya nyali. Belajar menaklukkan ketinggian serupa belajar menaklukan ketakutan yang lain. (alay)
puncak J88 (pict taken by Diah)
sunshine becomes you ( pict taken by Diah)
berhasil-berhasil horeee (dok. pribadi)
         Lalu, saya sudah melakukan GC-MS. Hasilnya absurd dan sekarang cuma perlu menunggu kabar selanjutnya harus gimana -_-". Nikmati saja. Rupanya sabar, ikhlas, pasrah sedang jadi pelajaran yang susah. Saya khawatir dapat raport merah. Hehehe. 
         Diantara banyak cerita yang terjadi di minggu ini, kesialan dan mujur silih berganti. Entah yang ini sebuah kemujuran atau kesialan tak terdeteksi. Akhirnya hape saya rusak. Hape perjuangan itu rupanya mulai lelah sebab tuannya tak memperhatikan kesehatannya dengan baik. Mengecharge dengan serampangan salah satunya. Jadilah saya hidup tanpa tahu kabar-kabar kekinian di kampus karena cuma sering berada di puslit, poltek atau kosan. Berhubungan hanya via sms, telepon dan wassap yang baru saja saya instal. Ehm... begitu saja. 
      Saya menuliskan ini sembari mendengar single terakhir Tangga. Lalu mengingat ucapan kawan saya tadi.
"Di belahan dunia manapun kita berada, bulan tetap sama. Tak pernah lebih besar dari ibu jari kita" Benar juga. 
         Malam ini terasa damai setelah menuntaskan secangkir cappuchino, menulis dan lagu-lagu slow yang berputar acak. Menikmati anugerah  Tuhan tanpa tanda tanya. Besok Sabtu ya? siapapun yang membaca ini, semoga kamu sedang bahagia []
Continue Reading...

Selasa, 22 Maret 2016

Peraduan

Pada waktu, ada ruang untuk mereparasi dan bertumbuh. Memberi kesempatan pada logika untuk bertanya apa, lantas membiarkannya terbang tinggi dengan terikat semacam layang-layang. Ia butuh dilepas bebas untuk menemukan apa. Memasrahkan segala. Melepaskan semua.

Suatu hari kamu akan jatuh cinta, menua, mengeriput lalu mati. Kita. Dia juga. Aku juga. Diantaranya mungkin ada merah, jingga, kuning atau abu-abu yang mesti ditempuh atau barangkali dipilih untuk tahu.

Tuhan, kau menyimpan jawabannya kan? Biarkan aku di dekat-Mu.


Penghabisan Maret, 2016
Continue Reading...

Followers

Follow Us

Follow The Author