Jejak

Jejak

Kamis, 03 September 2015

Ceracauan Gigi Bungsu

        Gigi bungsu saya tumbuh akhirnya. Di usia yang memasuki 22 dia muncul di bagian bawah pojok kanan. Kata orang, tumbuhnya gigi bungsu menandai kedewasaan seseorang karena gigi ini tumbuh paling akhir ketika manusia berumur 17-25 tahun. Usia beranjak dewasa, rentang usia rentan galau saya menyebutnya. Galau tentang kemerdekaan dari skripsi, galau karir, galau jodoh yah itulah tiga komponen yang paling rapih njelimet di pikiran usia segitu.Ehm, artinya saya betulan udah dewasa gitu ya? haha
        Rasanya sakit, nyut-nyutan, sangat gak nyaman karena gusi saya bengkak jadi berasa ganjel. Saya mesti minum asam femenamat untk meredakan nyerinya. Biar dia gak terlalu ngelunjak sakitnya. Makan jadi gak enak, ngomong jadi gak mood, gitulah gambaran sakitnya. Saya jadi sering inget patah hati gara-gara gigi bungsu. iye, Maggy Z pernah fatwa lebih baik sakit gigi daripada sakit hati. Ah, bang kalo saya gak mau bandingkan lebih sakit yang mana. Semuanya sakit. Mencintai diam-diam juga sakit bang #ehh. 
       Betewe, setelah saya pikir ulang hidup jadi sering berasa konyol.  Kayak gigi bungsu yang mendadak muncul dalam hidup yang mulai memasuki usia galau, saya mendadak punya bermacam-macam rencana baru. kemudian begitu kecewa pada harapan-harapan yang terjadi tidak sesuai rencana.Suka sekali melihat rumput tetangga yang lebih hijau padahal saya gak pernah tau sulitnya jadi dia. hanya saja mungkin dia tak pernah menunjukkannya. Saya mestinya belajar dari gigi bungsu yang tumbuh ini. Segala sakitnya, nyerinya, ganjelnya cukup kamu terima. Alamiah karena semua orang juga mengalaminya. Kalo sakitnya terus dihilangkan dengan pereda nyeri itu percuma. Palsu saya bilang. Sakitnya terjadi setiap hari dan mengkonsumsi obat terus-terusan juga gak baik buat tubuh, juga buat kantong mahasiswa yang ngekos.
      Sebuah penerimaan. Dewasa ini entah kenapa kita sulit sekali melakukan penerimaan pada keadaan kita. Padahal hal-hal kecil ini rentan sekali bikin frustasi. Cinta juga begitu sih. Belajar menerima keadaan. Gak semua yang kamu mau bisa kamu dapatkan, karena mungkin saja bukan dia yang terbaik. Menerima. Awalnya mungkin sakit ketika mencoba mengikhlaskan yang begitu ingin digenggam. Tapi seperti sakitnya gigi bungsu yang tumbuh, cuma butuh membiasakan diri dengan sakitnya dan melewati tiap waktu yang sedikit sulit maka sakit itu akan hilang. Sebuah penerimaan yang indah. Gak perlu bersikeras untuk melupakan. cukup nikmati sakitnya dan waktu akan menjawab, pudar atau semakin besar. []
Continue Reading...

Followers

Follow Us

Follow The Author