Aku akan mulai dari beberapa
ingatan yang sangat membekas. Saat kecil, aku lupa tepatnya aku masih umur
berapa, kamu harus pindah ke Pacitan untuk meneruskan SMP setamat SD.
Sejujurnya, aku tak pernah merasa kehilangan saat itu. Dan selanjutnya kita
suka berkirim surat. Hp di jaman itu, belum kita kenal ya? Saat liburan, ketika kita saling bertemu
dirumah mbah, aku terpana melihat ibu
menciumimu hingga menangis. Ini terjadi saat kamu akan kembali pulang kerumah
bude di Pacitan, dan tak ikut bersama kita untuk pulang kerumah. Ku rasa, itu pertama kalinya aku melihat ibu
menangis.
Beberapa bulan setelah itu , kita
pindah dirumah ini. Aku senang, dirumah yang baru kamu ikut tinggal lagi
bersama kami. Tapi rasanya, hanya tiga tahun kita benar-benar tinggal dirumah
baru. Itupun harus terpotong dengan waktu-waktumu menjelajahi tempat-tempat
lestari seperti gunung bersama teman-teman SAKA mu. Aku begitu kesal
sebenarnya. Kamu selalu saja tak pernah di rumah saat hari libur datang. Kita
memang tak pernah melakukan hal yang elit, seperti shopping bersama. Tapi hanya
dengam melihatmu dirumah dan duduk bersamaku melihat tivi, atau sekedar
bercanda hingga kadang menjahili Mira, itu saja aku senang.
Waktu kita singkat ya, hanya terasa
tiga tahun dan selanjutnya kamu harus meninggalkan rumah lagi, untuk meneruskan pendidikan. Kamu diterima kuliah di
Malang. Aku ikut senang, akhirnya penantianmu pada telepon berdering, terbayar
sudah. Tapi hal itu, menjadi momen yang begitu kuat dalam ingatanku. Aku merasa
kehilangan, ketika melihatmu berbenah baju-baju untuk pindah ke Malang. Selepas
kamu berangkat, aku merasa rumah kita kosong. Aku berjalan menuju meja belajar
yang menyepi di sudut kamar. Ada dua pucuk surat yang terlipat, tulisannnya to:
Dian dan satu surat lainnya to: Mira. Segera saja, ku buka lipatan surat
bergaris-garis itu. Dari mu.
Sebenarnya, aku sangat berharap
surat itu berisi kalimat-kalimat puitis yang akan membuat aku begitu terharu.
Nyatanya, harapanku jauh dari kenyataan. Isinya, tentang draft-draft yang harus
aku kerjakan selepas kamu tak berada dirumah. Ya, memang harus ku akui, kamu “mbok Nah” paling sip dirumah. Hahaha..
semua yang ada dirumah begitu terawat, tanaman-tanaman di pot depan rumah
tumbuh bagus dan subur. Mungkin, kamu suka bercocok tanam dan kamu ingin
mewariskan kerajinan mu itu padaku. Ahh.. kamu salah orang mbak. Aku tak bisa
merawat mereka dengan benar. Dan benar
saja hasilnya, setiap sore aku selalu kena omel bapak yang menurunkan watak
utamanya padamu, begitu rajin dan disiplin. Tapi tentu saja bapak tak punya
waktu untuk mengurusi kembang-kembang didepan rumah, jadi aku yang terkena
imbasnya. Walhasil, tebakan bapak benar, mereka mulai menguning dan mati.
Padahal, saat kamu dirumah hal itu cukup mustahil. Hehe...
Tak hanya tentang merawat tanaman
depan rumah, ada list lainnya yang begitu banyak dan aku tak bisa mengingatnya.
Aku hanya ingat, jumlahnya ada 2 lembar penuh kertas folio. Jangan nakalin
Mira, bantuin ibu bersih-bersih rumah dan sebagainya menjadi beberapa list yang
tertulis di akhir. Saat itu, air mulai menggenang di mataku. Merasa sepi dan
sangat rindu sosok mu yang suka mengomel karena aku tak pernah mengerjakan apa
yang kamu tugaskan dengan benar. atau
saat kita rajin dimarahi ibu karena bercanda terlalu gaduh hingga terdengar
sampai toko, aku juga rindu saat kita bertiga masih malas untuk bangun pagi,
dan dengan bodohnya segera berlari dari tempat tidur ketika suara tapak kaki
bapak terdengar masuk rumah. Ingat menggelitik lehermu dan berakhir dengan
bekas cakaran tajam ditanganku. Rindu menjahilimu, berpura-pura menangis di
depan kamar saat kita bercanda cepat-cepatan masuk kamar dan kamu menang. Kemudian
aku berpura-pura menangis, dan kamu diam-diam membuka kunci dan keluar menengok
ku. ahh.. banyak sekali yang kurindukan saat itu. Bahkan hingga saat ini. Kita
mulai tumbuh dewasa ya mbak dan malah ketambahan anggota keluarga baru yang
melengkapi kebahagiaan. Adik kecil itu menggemaskan dan selalu saja membuat
kita rindu untuk pulang.
Mbak, saat kita tumbuh dewasa ternyata hidup menjadi lebih
rumit ya? Tidak seperti masa kecil kita yang penuh tawa atau sesekali menangis
karena berebut makanan. Kamu mulai suka bercerita tentang dunia kerja di
industri itu kejam. Kamu tumbuh menjadi sosok yang bertanggung jawab untuk
keluarga. Dan tak pernah mengucapkan tidak untuk keluargamu. Kamu selalu saja jadi kakak yang baik. Tau kah? Aku selalu saja merasa
beruntung memilikimu. Teman-teman ku juga sering mengatakan seperti itu. Ini
bukan saja tentang materi yang mudah kamu berikan sat aku butuh (heehhe) ini
tentang lainnya. Tentang perhatianmu, utamanya.
Mbak, sudah hampir 21 tahun terlewati, saat kita menjalani
kisah bersama. Dan kini aku mulai khawatir mbak. Aku pernah kembali merasa
kehilangan sosokmu, saat masa bahagiamu
datang. Hari lamaran dan ketika cincin itu disematkan di jari manismu. Saat itu aku benar-benar sadar, waktu kita
memang sangat singkat. 21 tahun, dan sebelumnya kita terlalu banyak membuang
waktu kebersamaan. Kamu yang terlalu banyak bermain bersama teman mu dan aku
yang juga terlalu banyak acuh. Kita yang punya hidup masing-masing setelahnya,
kamu bekerja, dan aku kuliah ditempat yang cukup jauh. Kita yang sangat jarang
bertemu dirumah. Saat kamu pulang, aku
tak pulang dan begitu sebaliknya. Hanya benar-benar menikmati pertemuan saat
lebaran.
Mbak, tulisan ini tak berarti apa-apa. Aku hanya berusaha
mengenang kedekatan kita. Mungkin ulang tahun mu hari ini, menjadi ulang tahun
terakhir mu saat murni menjadi milik keluarga kita. Kakak terbaikku. Tahun
depan, saat ulang tahun mu kembali hadir,
sangat mungkin kamu sudah menjadi milik lelaki yang dengan hebatnya bisa meluluhkan hati bapak yang keras. Di
tahun-tahun sebelumnya, aku tak pernah memberikan hal yang spesial untukmu. Dan
tahun ini pun sepertinya sama. Hanya saja
aku ingin kamu tahu, sebenarnya aku cukup takut kehilanganmu, sangat
menyesali kebersamaan kita yang singkat, dan takut kamu berubah.
Ah, aku bodoh ya? Masih saja seperti anak kecil yang suka
menangis saat jauh dari rumah. Kamu ingat janjiku, saat semester satu dulu? Aku
janji tak akan menangis lagi saat rindu. Kamu bilang seperti anak kecil. Tapi
aku mengingkarinya mbak, hingga saat ini sebenarnya aku masih suka menangis
diam-diam saat aku begitu rindu rumah kita yang membahagiakan. Terlebih
memilikimu, kakak ku yang cantik. Akhirnya, ada yang ingin kuucapkan dengan
tulus, doa ini berbeda dengan doa-doa ku yang sebelumnya. Semoga kamu bisa
tumbuh menjadi istri yang baik dan sholeh, semoga dari rahimmu nanti lahir
keponakan-keponakan ku yang lucu dan sholeh tentunya, hehehe dan membangun
keluarga yang SaMaWa. Dan semua doa-doa baik lainnya yang tentu saja terbaik
untukmu.
Mbak, selamat ulang tahun. Maaf aku belum bisa menjadi adik
yang baik. Tapi kamu selalu saja bisa jadi yang terbaik untukku.
Salam sayang ku :)