Jejak

Jejak

Minggu, 28 Februari 2016

Tentang Catatan

catatan yang nyempil di buku merah (doc. pribadi)
Saya ingat waktu itu Diah lagi coret-coret buku saya di meja puslit. Waktu saya lagi kembali menanyakan kapan bisa GC-MS sample penelitian yang sudah dua minggu (sekarang total 3 minggu!) diundur-undur terus. Setiap kali saya kecewa, saya cuma bisa diam. Diah juga diam. Tapi hari itu dia mencoreti buku saya, menuliskan sesuatu yang kemudian segera saya rebut dan masukkan dalam tas. Saya nggak tahu apa isinya dan gak berniat membacanya juga. Hingga beberapa hari kemudian, di hari yang lagi-lagi mengecewakan-bahkan lebih parah. Saya menemukan tulisannya itu di ruang sidang, saat akan menemui pak DPU untuk konsultasi dan meminta perubahan rancangan percobaan. Seperti potongan puzzle yang disembunyikan, dan sengaja Tuhan siapkan ketika saya sedang sedih.  Saat sedang  duduk dengan gelisah sembari membuka-buka buku catatan, tetiba tulisan manis itu muncul disertai gambarnya yang lucu. Mendadak bikin saya terharu (dasar cengeng!). Air mata saya pasti sudah tumpah jika tidak mengingat ada dua dosen yang sedang berbincang dan seorang teman di depan saya yang juga ikut membaca tulisan yang saya temukan. Teman saya tersenyum, saya hampir menteskan air mata. Tapi berusaha sekuat tenaga menahannya. Hal yang begitu sederhana, tapi kurang bukti apa jika hal-hal yang tulus dan tepat moment selalu saja berharga meski sederhana.  Tulisan sebaik apapun, secerdas apa,  saya rasa akan kalah oleh kata-kata yang tulus dari hati. Makasih ya Sak.
Iya, namanya Khalimatus Sa’diah. Kawan paling sabar, polos (wkwk), tulus dan baik tanpa pandang bulu. Wajahnya seringkali datar, cenderung tanpa ekspresi. Makanya sering jadi bahan bully teman-teman (cuma guyonan). Waktu itu, ketika saya sama Diah lagi beli sosis depan kedai kampus, kami lihat seorang perempuan dengan wajah datar. Mungkin sedang marah sama mas pacar di sampingnya. Tiba-tiba saja Diah berbisik ke saya, "apa nyebelin gitu seh yan wajahku neg datar?" saya ndak kuat nahan tawa waktu dia nanya gitu. "podo. persis, Saak!"
Sama seperti teman kuliah kebanyakan, saya kenal Diah waktu ospek pertama kali. Waktu itu habis jalan keliling dengan pakaian yang dihiasi daun-daun, kami berfoto kesana-sini bah kenal bah ora. Setelahnya saya minta foto tadi di Hapenya Sakdiah. Waktu itu dia bilangnya ke saya, kayaknya gak ada fotomu deh, yan. Ternyata betulan gak ada, saya emang cuma SKSD kok. Dari situ, kami jadi teman sekelas dan lambat laun menjadi dekat dan sering kumpul di kosannya Diah. Kosnya Diah di gang Citra waktu semester awal selalu jadi basecamp kami bersepuluh waktu nunggu jam kuliah selanjutnya atau ketika pulang. Suasana kamar yang selalu gaduh, kamar yang gak pernah rapi, air galonnya yang cepat habis tentu saja akan jadi hal yang sangat mengganggu. Setiap orang kan kadang kala butuh me time. Tapi setahu saya, Diah ndak pernah marah dan kami ndak peka sama sekali. Anak yang baik.
Kebaikannya sampai mengantarkan seseorang yang ia baru temui di fotocopy, dan mengantarnya ke ibu kos sebab si bocah asing ini mengaku berniat ngekos di kontrakan kami. Rupanya, setelah diantarkan ke kosan, dompet teman saya hilang dicuri. Hahhaa.. pencuri yang mengaku bernama Ira ini, akhirnya memberikan pesan moral untuk Diah, untuk jangan terlalu percaya pada orang yang baru dikenal. Hahaha. Begitulah Diah. Siapapun saya kira akan suka berada di dekatnya, gadis manis ini akan selalu tulus mengulurkan tangan.  Dulu saya pernah bilang sama Diah untuk jangan sungkan menolak permintaan orang lain padanya ketika ia sendiri sedang kesulitan, awal-awal yang berhasil namun akhirnya sama saja. Memang sudah wataknya jadi anak baik. Saya rasa, gak ada istilah salah untuk manusia yang terlalu baik. Entah orang lain itu punya niatan buruk atau lainnya, tapi Tuhan selalu ada dan akan selalu bersama orang-orang yang baik. Menjaganya sepanjang waktu. Begitupun sama anak ini. Hidupnya hampir tenang-tenang saja, lancar dan selalu banyak pertolongan yang mengulur untuknya. 
Sakdiah ulang tahun hari ini. Kami diamkan Padahal seharian ini saya, Diah sama Siska barengan terus. Yasudah biar saya teruskan saja pura-puranya sampai besok-besok. Hahaha. Tapi ucapanku nggak telat kok sebenarnya :D  Selamat ulang tahun Sakdiah. *niih tiup lilin*
Waktu saya di Jember kan nggak lagi hitungan tahun. Jika disuruh mengenang, waktu denganmu tentu saja punya porsi yang sangat besar. Banyak kenangan konyol kita, kebaikanmu, kekhilafanku, tawa kita, rasa kecewamu padaku, dan banyak rasa lainnya mengikat jadi satu selama hampir 5 tahun ini. Semua memori kita berharga tentu saja, mulai dari penelitian bareng, makan, tidur main, bercanda, menghabiskan libur, nyuri murbei sampai rambutan, nuntun sepeda yang kehabisan bensin, ah kemanapun... kamu sendiri saja ya yang nyebutin. Pokoknya banyak. Maafin saya ya diantara banyak memori itu sudah seringkali bikin kamu jengkel, atau waktu saya menjelma jadi anak kecil manja yang suka ganggu kamu. Menyanyi-nyanyi gila, mencubiti pipimu gemas, atau kelakuan lain-lain yang bisa saja kamu tanggapi dengan  sangat sabar. Saya jelas akan sangat rindu sama kamu suatu hari nanti. Kawan terabsurd dan paling tulus yang saya punya. Terimakasih masih saja terus membantu meski mungkin kamu sendiri sedang bingung, untuk terus bertahan punya teman menyebalkan kayak saya, juga cerita-cerita yang mungkin saja mengganggu.
 Saya ndak bisa balas kebaikan hatimu selama ini, dan Tuhan punya rencana yang sangat baik. Menyadarkan saya betapa berharganya punya teman kamu. Terkadang saya khawatir, kita lupa dan berjarak panjang suatu hari nanti. Tapi terlepas dari itu saya berdoa semoga kamu selalu dilimpahi kebahagiaan dan kebaikan sepanjang hidup.

            Selamat semhas ya Sak dan selamat ulang tahun. Semoga kita berdua cepat sidang lantas segera menggapai apa yang diingini. Dan semoga umurmu yang bertambah ini penuh berkah dan kebaikan. Aamiin


Btw, kenapa kamu manggil saya ukhti? gak pas Mad! wkwkwkwk. pelukpeluk []
Continue Reading...

Jumat, 19 Februari 2016

Power Ranger

        Teman kencan saya di rumah sedang sakit. Siang ini, adik pertama saya kirim pesan kalo power ranger masuk rumah sakit sebab sakitnya sejak beberapa hari lalu. Tepatnya setelah pulang dari Pacitan, rumahnya simbah. Bocah ini memang paling sebel kalo diajak ke sana. Sebab perjalanan yang jauh dan berkelok-kelok, ditambah ia yang mabuk darat kalo naik bis (sama kayak gueh). Saya jadi cemas. 
       Semalam, padahal saya baru saja dengar suaranya yang langka waktu ditelepon. Bocah ini paling jarang ngomong sama saya, alasannya sebab sebal karena saya jarang pulang. Tapis semalam, ia bercerita panjang kayak betet. Menanyakan kepulangan saya ke rumah, mengajak ke kafe depan sekolahnya, bercerita tentang sekotak besar eskrim yang ibu belikan sebagai kado ultahnya, nilai-nilai ulangannya yang dari 100, 90 hingga nilai 50 yang ia dapat. Saya menggodanya perkara nilai 25 yang waktu itu dengan bangganya ia tunjukkan pada saya. Ia begitu sebab ada temannya yang lain punya nilai yang lebih rendah dari dia. Saya cuma tertawa kala itu, lantas mengajaknya beli es krim di kafe depan sekolahnya. dia senang, saya lebih senang berlipat-lipat lihat tingkahnya yang petakilan dan kemudian jadi murus waktu dia minta tambah yang lainnya. Duh dek, duite mbahmu aa. Lalu sialnya, telepon kami yang sangat jarang itu malah mati. Mungkin pulsanya ibu habis di saat nggak tepat samaa sekali.
      Hemm.. bocah. Umurnya, kemarin tanggal 18 Februari bertambah satu. Kadonya minta saya cepat pulang lantas minta diajak ke kafe depan sekolahnya lagi. Melihat dia tumbuh, rasanya waktu cepat sekali berjalan. Rasanya baru beberapa waktu lalu, saya suka mengintimidasi dia untuk cepat tidur siang atau jika tidak bakal diculik orang gila. Rasanya baru kemarin, saya seringkali dipaksa baca buku ceritanya menggantikan ibu yang lagi jaga warung, menceritakan banyak gambar ini itu, sebelum ia beranjak tidur. Atau memakaikan bedak khas bayi, yang sekarang ia benci. Saya sejujurnya kesal ia sudah menyadari kodratnya sebagai anak laki-laki yang gak mau pakai bedak, jadi susah nyium pipinya sebab ia juga bakal berkelit kayak belut. Hahaha. 
        Mainan favoritnya, sama saja seperti bocah laki-laki pada umumnya. Robot-robotan dengan versi yang bergonta-ganti. Figur paling lama digandrungi adalah power ranger merah dan ketika itu dia bakal menggepuki apapun jika figur kesayangannya dicuri. Semisal, ketika saya diajak main tarung-tarungan (gileh), saya yang sedang berbaju merah bakal menggodanya dengan mengikrarkan diri sebagai powre ranger merah. Bocah ini bakal nangis gulung-gulung dan saya yang yang bakal kena imbas omelan ibu. huahahahaa. Ketika saya pulang terakhir kali, hampir tiga bulan yang lalu kira-kira, bocah ini sedang gandrung boboboy. Sejak dulu, kuasa remote tv ada padanya. Saya sih lega-lega saja melihat tontoannanya yang masih cocok untuk usianya. Ketimbang nonton GGS yang bakal bikin saya jantungen kalo bocah ini sampai gandrung.
         Ilham, nama power ranger merah ini, suka sekali menggambar. Utamanya gambar-gambar kartun, robot, atau manusia. Dia pernah menciptakan komiknya sendiri ketika TK. Manusia yang membenci PAUD sebab cuma nyanyi-nyanyi ini, seringkali bikin gerah mbak Lia ketika masuk SD. Pelajaran di TK yang masih suka senang-senang, kemudian mesti berganti dengan pelajaran di SD yang punya kurikulum semakin gila. Tak ada lagi hal-hal bebas yang bisa ia ekspresikan sewaktu di TK. Adik saya dari nol kecil langsung naik ke SD tanpa melalui nol besar. Pendidikan Indonesia formal memang semakin memprihatinkan. Anak didik malah dituntut berpikir seragam dan berorientasi pada nilai yang bagus tanpa pemahaman. Saya suka geleng-geleng mendapati tas beratnya Ilham yang masih kelas satu. Adik saya ini juga suka gusar pada pr nya yang banyak dan dia nggak nyantol kalo diajarin sama mbak Lia. Kalo sudah nyerah dan sebal, dia bakal masa bodoh menebalkan telinganya, lantas mencoreti buku tulisnya dengan gambar-gambar komik. Teruskan Ham hahahaha. 


gambarnya Ilham (pict taken by: Mira)
         Kalo masa kecil saya habis di sawah, kali, lapangan atau gang-gang desa, masa kecil Ilham sudah bergeser pada gadget. tentu saja memprihatinkan dan bikin saya khawatir. Kalo pulang, saya suka mengajaknya jalan-jalan pagi ke stadion, atau menikmati senja di sepetak lapangan bola di tengah sawah dan berlomba lari yang saya usahakan untuk kalah darinya (kalo saya menang, dia bakal nyubit dan marah hiks) atau mengajaknya lihat ndalem (pesta rakyat di Sukorejo) seperti tahun lalu. Hm.. dasar Manusia cengeng dan mudah marah, tapi seringkali bersikap manis mendadak seperti tiba-tiba menciumi pipi saya. hahaha. 
         Cepet sembuh sayang. Makan yang banyak biar sehat. Sayur itu baik buat kesehatan, biar cepet tinggi bukannya bikin gendut kayak si Naya. hahaha. Tapi harapan ibu tentu saja biar tubuh kurusmu itu isi, bocah kok angel mangan. Lalu, selamat ulang tahun. Baca suratnya mbak suatu hari kalo kamu sudah paham ya. Meski sudah bisa baca, mbak yakin kamu belum ngerti isinya. hehe. Kecup pipi :*
Continue Reading...

Minggu, 14 Februari 2016

Adalah Minggu

Pagi yang malas. Saya sengaja membenamkan tubuh lebih lama di atas kasur. Menghindari dinginnya pagi, cahaya matahari dan janji bertemu di cfd. Biar saja saya ditinggal sebab tak bisa dihubungi. Mereka akan tahu saya ketiduran. Entah mengapa terasa berat sekali mesti beranjak dari kasur di hari ini. Tapi selanjutnya, telinga saya malah menangkap hal aneh. Dengan kesadaran tak penuh saya merasa sedang berada di rumah, ketika tiba-tiba mendengar suara kunci khas rumah sedang dibuka. Suaranya mirip.  Disusul gerak sapu menyapu halaman depan rumah. Sekilas, saya merasa ketika masih sekolah. Saya membuka mata secepatnya, mendengarkan lagi dan tak ada apapun.  Sudah pukul 07.00 ketika kesadaran benar-benar terkumpul. Beberapa pesan masuk, menanyakan posisi saya. Satu pesan suara dari adik saya yang sedang berada di Sidoarjo, memperdengarkan suara bayi 4 bulan yang sudah bisa menjerit-jerit lucu. Phft... mereka.  
Saya bergegas menghilang dari sepi. Kerinduan seringkali menyiksa tiap kali tak ada suara yang terdengar. Kosan ini lagi sepi. Mungkin manusianya masih tidur semua. Sandal atau sepatunya masih berjejer di depan kamar atau mereka sedang pulang atau entahlah. Saya hanya butuh mencari ramai, menuju kosan Diah yang sedang membuat sarapan untuk kami bertiga, sebab tak jadi CFD. Ada Dita juga. Lantas, dengannya kami mengobrol perihal sistem kampus yang makin aneh. Membandingkannya dengan kampus di Thailand yang beberapa waktu lalu beruntung bisa ia singgahi untuk ‘main’ penelitian. Rasanya sudah lama tak mengobrol hal semacam ini, hal-hal di luar skripsi dan tetek bngeknya yang menyisa gelisah. Meski sebetulnya, saya ndak suka membicarakan hal-hal berbau birokrasi. Sepet. Maka saya lebih suka banyak mendengar. Lalu berbicara mengenai mimpi-mimpi kami. Mimpi gila, yang semakin hari terjengkal akibat nyekripsi. Timbul, tenggelam tanpa kemajuan yang mungkin saja bisa dirogoh. Saya tak tahu kenapa hari ini penuh dengan hal yang sentimentil. Padahal jelas ini hari minggu. Waktunya weekend. Waktunya pikiranmu juga santai.
Hidup ini kan mesti seimbang. Diluar sentimentil yang datang, hal konyol terjadi juga. Selepas Dita pulang, Diah teringat buah rambutan yang menggantung dekat dengan lantai jemuran kosnya. Kami bergegas ke atas. Mencari apapun yang bisa digunakan sebagai galah. Saya baru sadar, betapa maling memang punya banyak akal untuk mencapai tujuan. Maka begitulah kami pagi tadi. Mengambil kayu bekas bangunan yang berpaku dan sisa atap (entah apa namanya) bekas yang bisa digunakan sebagai alas. Serupa dua anak kecil yang mencuri buah milik tetangganya, kami Cuma tertawa menghakimi kekonyolan kami. Pohon ini, terletak di tanah lapang belakang kosan Diah. Tidak ada satu rumahpun. Saya tanya pohon rambutan punya siapa, Sak? Diah bilang punyanya Alloh. Saya tertawa lagi mendengar jawabannya. Lantas menikmati buah rambutan yang merah-merah. Sebab perut saya nggak sakit, sepertinya pohon itu memang benar punya Alloh. Hahahaha.
Siangnya saya pulang. Menyulut niat untuk kembali mengerjakan skripsi. Lalu entah sebuah kesialan atau mujur yang tak terhitung, teman saya menyodorkan sebuah novel Rembulan Tenggelam di Wajahmu. Aduh, saya jelas gak kuasa menolaknya. Beberapa hari saya butuh bacaan cetak, dan buku mitologi Yunani malah bikin mata saya perih. Entah kenapa buku ini jadi tak masuk di akal saya. Lalu dari buku yang belum selesai saya baca ini, beberapa kalimatnya di bab awal sudah bikin sembab. Saat sedang sentimentil begini, semua hal mudah sekali saya bayangkan di pikiran. Semua sebab akibat yang terjadi di dunia ini saling berkaitan antara satu manusia dengan manusia lainnya, ia bilang begitu.
Saya berhenti mengurai sentimentil hari ini. Beranjak menuju laptop dan kembali menyelesaikan bahasan yang tertunda. Malamnya ngopi dengan seorang kawan melepas penat. Pulang kembali ke kosan, bertemu sepi lagi sebab beberapa kamar telah tertutup.
Jember sedang tidak menyenangkan. Mestinya, saya harus bisa menikmati penggarapan skripsi dan suasana Jember yang khas. Tapi saya lagi kepalang rindu rumah dan terbentur janji pada diri sendiri untuk tidak pulang sampai sidang. Sedang butuh charger untuk mengisi penuh. Mereka bilang saya terlalu memaksakan diri, terlalu keras mencipta batasan. Dibawa santai saja. Iya, saya santai kok meski masih saja kecanduan rindu. Ada kalanya saya butuh keluar dari zona nyaman. Sebab saya paham seperti apa, makanya perlu mencipta batasan-batasan itu untuk tak merasa nyaman sehingga perlu segera menyelesaikannya. Saya jadi ingat cerita mas Deki waktu memutuskan tetap bertahan pada kondisinya yang nggak nyaman. Saya jadi ikut-ikut. Hahaha. Jadi biar saya menikmati kondisi ini. Hanya saja ada yang perlu diluruskan biar bisa lebih menikmati masa-masa yang tinggal kurang dari lima jari. *kuatin ya Alloh T.T
Lalu hidup  punya selera humornya sendiri. Seringkali ditengah sentimentil yang datang, Tuhan memberi hal-hal kecil yang mengundang senyum dan sejenak melupakan penat. Hal-hal yang kemudian seringkali menguatkan. Seperti pedagang nasi goreng di Jawa yang tingkahnya mengundang tawa malam ini. Atau senyum pedagang kerupuk depan double way yang sering nangkring lebar di wajahnya setiap bertatapan mata dengan saya. Lihat senyumnya saja saya jadi ikut senyum bahagia. Haha. Atau senyum pak satpam di puslit yang bikin cerah sebab tulusnya terasa sekali. Setiap sedang penat pada hal-hal di puslit, saya bakal tetap tersenyum lebar setiap bertemu dengannya. Senyumnya itu teduh. Atau adanya pelangi di sore hari yang juga Tuhan hadiahkan untuk saya ditengah sentimentil perasaan. Hal-hal yang sepele sebenarnya. Tapi bukankah hal-hal yang seringkali kita anggap sederhana belum tentu sederhana untuk orang lain. Maka begitulah hidup yang manis ini, sesederhana sunggingan senyum. Maka benar saja lagunya Ike Nurjanah itu, senyumlah untuk semua orang, tapi hatimu jangan :D 

       Terimakasih ya Robb untuk banyak hal. Mendadak saya ingin cepat menuliskan catatan paling akhir selama di Jember. Mengenang semua kisah, juga titik balik yang terjadi. Hahaha.. sudah ah, bobok yuk.[]
Continue Reading...

Jumat, 05 Februari 2016

Ajeng Sekar Pratiwi

Ijen, 16-17 Nov 2013. Salah satu momen kebebasanmu ya Kar? :) (dok milik pribadi)
     

Saya mengenalnya ketika sama-sama masuk Manifest. Perempuan cantik yang kalem, dan suka sekali tersenyum. Setiap kali saya menggodanya, dia cuma membalas dengan senyuman atau tertawa dengan anggun. Sekar itu perempuan sekali kayak mbak Lia, kakak perempuan saya, dan saya suka karakternya mereka.
      Di Manifest, sejak kepengurusannya mas Erfan, angkatan saya yang kesemuanya perempuan suka digilir jadi ketua panitia. Seingat saya Sekar adalah perempuan pertama yang jadi ketua panitia diantara kami. Dia didapuk jadi ketua panitia acara bedah buku "Membunuh Indonesia". Saya ingat groginya dia ketika bersiap akan memberi sambutan. Dengan secarik kertas itu ia menghafalkan beberapa kalimat yang ingin disampaikan. Lalu ketika tiba waktunya MC memanggil ketua panitia, Sekar maju ke depan. Memberikan sambutannya dengan wajah tenang, tapi kemudian micnya mati tiba-tiba.  Saya yang ketika itu bertugas jadi notulen buru-buru maju ke depan ngasihkan mic yang normal kepadanya. Ia kembali meneruskan sambutannya hingga salam diucapkan. Ia tersenyum. Ia berhasil menaklukkan hari itu.
     Ajeng Sekar Pratiwi. Nama lahirmu. Di hari terakhir itu, saya baru tahu kita punya nama akhir yang sama. Jadi semacam marga gitu ya. hehe. Mestinya kamu, saya sama Mahda bikin trio Pratiwi biar kita bertiga ngehits dan bikin vokal grup kemudian. Kamu bisa jadi lead vocalnya Kar, suaramu bagus. Biar saya sama Mahda jadi backing vocalnya saja. Saya mah sadar diri :D Ah, Kar saya kebayang senyum kamu kalo mengatakan itu ke kamu. Iya, kamu selalu saja tersenyum tiap kali saya goda. Nggak pernah membalas. Atau ketika kita foto bersama, saya akan berbisik ke kamu, Duh Sekar aku mesti kelihatan kecil banget deket kamu. Kamu tertawa. Lantas akan sedikit membungkuk untuk menyamai tinggiku. Meski masih saja gagal. Saya tetap saja kecil deket kamu. hmmm..
       Rumah sakit tanggal 3 Februari 2016 mendadak jadi tempat yang menyedihkan. Di koridor rumah sakit depan kamarmu, di masjidnya, juga di lorong-lorong saya melihat banyak manusia bersedih bahkan menangis. Sama seperti kami dan tentu saja keluargamu yang tak tega melihat kondisi kesehatanmu yang makin memburuk hingga kami cuma bisa bersedih. Lantunan ayat suci, cerita dan isak tangis berbaur jadi satu. Semua doa khusus untukmu. Keikhlasan jadi satu jalan untuk mencintaimu di hari itu. Sekar, lalu Alloh punya pilihan terbaiknya untukmu setelah semua keikhlasan itu mengumpul jadi satu.
       Penyesalan selalu jadi hantu sudut pikir paling mengerikan. Ia selalu saja datang terlambat dan belum tentu bisa kita perbaiki lagi. Seperti ucapan maaf saya yang belum tersampaikan buatmu. Maafin Dian ya, Kar untuk semua hal. Untuk sikap kekanakan yang entah dengan atau tanpa sengaja pernah melukai hatimu. Atau hal-hal di organisasi atau pertemanan sekalipun. Lalu terimakasih telah jadi teman yang baik selama di masa perkuliahan.
        Semoga selalu damai di sisi Allah, Kar. Saya sayang sama kamu, semua teman-temanmu juga sayang kamu Kar. Keluargamu sudah pasti. Tapi Alloh lebih sayang. Ia punya tempat yang lebih indah dan tenang, ketimbang duniamu yang mungkin seringkali membuatmu tak nyaman ini. Selamat jalan kawan. Tidur yang damai []
Continue Reading...

Followers

Follow Us

Follow The Author