Jejak

Jejak

Minggu, 14 Februari 2016

Adalah Minggu

Share it Please
Pagi yang malas. Saya sengaja membenamkan tubuh lebih lama di atas kasur. Menghindari dinginnya pagi, cahaya matahari dan janji bertemu di cfd. Biar saja saya ditinggal sebab tak bisa dihubungi. Mereka akan tahu saya ketiduran. Entah mengapa terasa berat sekali mesti beranjak dari kasur di hari ini. Tapi selanjutnya, telinga saya malah menangkap hal aneh. Dengan kesadaran tak penuh saya merasa sedang berada di rumah, ketika tiba-tiba mendengar suara kunci khas rumah sedang dibuka. Suaranya mirip.  Disusul gerak sapu menyapu halaman depan rumah. Sekilas, saya merasa ketika masih sekolah. Saya membuka mata secepatnya, mendengarkan lagi dan tak ada apapun.  Sudah pukul 07.00 ketika kesadaran benar-benar terkumpul. Beberapa pesan masuk, menanyakan posisi saya. Satu pesan suara dari adik saya yang sedang berada di Sidoarjo, memperdengarkan suara bayi 4 bulan yang sudah bisa menjerit-jerit lucu. Phft... mereka.  
Saya bergegas menghilang dari sepi. Kerinduan seringkali menyiksa tiap kali tak ada suara yang terdengar. Kosan ini lagi sepi. Mungkin manusianya masih tidur semua. Sandal atau sepatunya masih berjejer di depan kamar atau mereka sedang pulang atau entahlah. Saya hanya butuh mencari ramai, menuju kosan Diah yang sedang membuat sarapan untuk kami bertiga, sebab tak jadi CFD. Ada Dita juga. Lantas, dengannya kami mengobrol perihal sistem kampus yang makin aneh. Membandingkannya dengan kampus di Thailand yang beberapa waktu lalu beruntung bisa ia singgahi untuk ‘main’ penelitian. Rasanya sudah lama tak mengobrol hal semacam ini, hal-hal di luar skripsi dan tetek bngeknya yang menyisa gelisah. Meski sebetulnya, saya ndak suka membicarakan hal-hal berbau birokrasi. Sepet. Maka saya lebih suka banyak mendengar. Lalu berbicara mengenai mimpi-mimpi kami. Mimpi gila, yang semakin hari terjengkal akibat nyekripsi. Timbul, tenggelam tanpa kemajuan yang mungkin saja bisa dirogoh. Saya tak tahu kenapa hari ini penuh dengan hal yang sentimentil. Padahal jelas ini hari minggu. Waktunya weekend. Waktunya pikiranmu juga santai.
Hidup ini kan mesti seimbang. Diluar sentimentil yang datang, hal konyol terjadi juga. Selepas Dita pulang, Diah teringat buah rambutan yang menggantung dekat dengan lantai jemuran kosnya. Kami bergegas ke atas. Mencari apapun yang bisa digunakan sebagai galah. Saya baru sadar, betapa maling memang punya banyak akal untuk mencapai tujuan. Maka begitulah kami pagi tadi. Mengambil kayu bekas bangunan yang berpaku dan sisa atap (entah apa namanya) bekas yang bisa digunakan sebagai alas. Serupa dua anak kecil yang mencuri buah milik tetangganya, kami Cuma tertawa menghakimi kekonyolan kami. Pohon ini, terletak di tanah lapang belakang kosan Diah. Tidak ada satu rumahpun. Saya tanya pohon rambutan punya siapa, Sak? Diah bilang punyanya Alloh. Saya tertawa lagi mendengar jawabannya. Lantas menikmati buah rambutan yang merah-merah. Sebab perut saya nggak sakit, sepertinya pohon itu memang benar punya Alloh. Hahahaha.
Siangnya saya pulang. Menyulut niat untuk kembali mengerjakan skripsi. Lalu entah sebuah kesialan atau mujur yang tak terhitung, teman saya menyodorkan sebuah novel Rembulan Tenggelam di Wajahmu. Aduh, saya jelas gak kuasa menolaknya. Beberapa hari saya butuh bacaan cetak, dan buku mitologi Yunani malah bikin mata saya perih. Entah kenapa buku ini jadi tak masuk di akal saya. Lalu dari buku yang belum selesai saya baca ini, beberapa kalimatnya di bab awal sudah bikin sembab. Saat sedang sentimentil begini, semua hal mudah sekali saya bayangkan di pikiran. Semua sebab akibat yang terjadi di dunia ini saling berkaitan antara satu manusia dengan manusia lainnya, ia bilang begitu.
Saya berhenti mengurai sentimentil hari ini. Beranjak menuju laptop dan kembali menyelesaikan bahasan yang tertunda. Malamnya ngopi dengan seorang kawan melepas penat. Pulang kembali ke kosan, bertemu sepi lagi sebab beberapa kamar telah tertutup.
Jember sedang tidak menyenangkan. Mestinya, saya harus bisa menikmati penggarapan skripsi dan suasana Jember yang khas. Tapi saya lagi kepalang rindu rumah dan terbentur janji pada diri sendiri untuk tidak pulang sampai sidang. Sedang butuh charger untuk mengisi penuh. Mereka bilang saya terlalu memaksakan diri, terlalu keras mencipta batasan. Dibawa santai saja. Iya, saya santai kok meski masih saja kecanduan rindu. Ada kalanya saya butuh keluar dari zona nyaman. Sebab saya paham seperti apa, makanya perlu mencipta batasan-batasan itu untuk tak merasa nyaman sehingga perlu segera menyelesaikannya. Saya jadi ingat cerita mas Deki waktu memutuskan tetap bertahan pada kondisinya yang nggak nyaman. Saya jadi ikut-ikut. Hahaha. Jadi biar saya menikmati kondisi ini. Hanya saja ada yang perlu diluruskan biar bisa lebih menikmati masa-masa yang tinggal kurang dari lima jari. *kuatin ya Alloh T.T
Lalu hidup  punya selera humornya sendiri. Seringkali ditengah sentimentil yang datang, Tuhan memberi hal-hal kecil yang mengundang senyum dan sejenak melupakan penat. Hal-hal yang kemudian seringkali menguatkan. Seperti pedagang nasi goreng di Jawa yang tingkahnya mengundang tawa malam ini. Atau senyum pedagang kerupuk depan double way yang sering nangkring lebar di wajahnya setiap bertatapan mata dengan saya. Lihat senyumnya saja saya jadi ikut senyum bahagia. Haha. Atau senyum pak satpam di puslit yang bikin cerah sebab tulusnya terasa sekali. Setiap sedang penat pada hal-hal di puslit, saya bakal tetap tersenyum lebar setiap bertemu dengannya. Senyumnya itu teduh. Atau adanya pelangi di sore hari yang juga Tuhan hadiahkan untuk saya ditengah sentimentil perasaan. Hal-hal yang sepele sebenarnya. Tapi bukankah hal-hal yang seringkali kita anggap sederhana belum tentu sederhana untuk orang lain. Maka begitulah hidup yang manis ini, sesederhana sunggingan senyum. Maka benar saja lagunya Ike Nurjanah itu, senyumlah untuk semua orang, tapi hatimu jangan :D 

       Terimakasih ya Robb untuk banyak hal. Mendadak saya ingin cepat menuliskan catatan paling akhir selama di Jember. Mengenang semua kisah, juga titik balik yang terjadi. Hahaha.. sudah ah, bobok yuk.[]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Followers

Follow Us

Follow The Author