Jadi... kamu apa kabar?
Sebuah sapaan sederhana yang
mampu meluruhkan dadaku seketika. Dan entah mulai kapan air mata ikut turun.
Menetes satu persatu. Sebuah ucapan yang sebenarnya tak ku harapkan. Aku tak
butuh sapaan, aku butuh penjelasan lebih dari sekedar empat baris kata itu.
Tapi rasanya, empat kata cukup untuk melegakan sebuah penantian.
Jadi, sapaannya menegaskan jarak
panjang diantara kita. Dan sebuah kesadaranku bahwa hubungan ini akan mencapai
tujuannya. Tujuan pacaran adalah untuk putus, entah menikah atau mengakhiri
hubungan. Dan pastinya kita bertemu dengan tujuan kedua.
Tak ada yang baik-baik saja
ketika ditinggalkan oleh orang yang disayang.
Ada kombinasi cemas dan kecewa
yang tidak kecil. Aku bosan mengatasnamakan rindu. Rasanya luruh. Tapi setiap
kali menyusuri sudut-sudut kota ini, aku kembali patah hati. Rasanya ada banyak
sosok kita dimanapun. Ketika dia turun dari kereta dan langsung segera menemui
aku, dan lewat rintikan hujan aku melihat senyumnya. Senyum yang bisa membuatku
jatuh cinta ketika itu.
Sebuah ingatan yang melekat
adalah ketika itu. Di senyumnya.
Aku suka senja. Langit
bersemburat orange yang memikat terutama saat matahari bergerak turun dan
menghilang dari pandanganku. Tapi senja pernah mengecewakan aku lewat dia. Sebuah janji yang terucap dan tak pernah
sekalipun diusahakan untuk ada. Tak pernah b e r u s a h a. Seperti ketika kerinduan menyergap dan tak
ada usaha untuk bertemu. Seperti ketika aku menangis dan tak ada yang sanggup
ia seka. Tak ada penjelasan yang mampu melegakan.
Jadi apa arti sebuah hubungan.
Aku pengagum Dee Lestari. Aku
suka semua tulisannya. Terutama tulisan peluk di Rectocerso. Harusnya dia juga
baca itu. Semacam penyadaran untuk sebuah kepalsuan yang kita agungkan tiap
hari nya. Dulu. Sepenggal paragraf yang begitu mengagumkan untuk bisa memaknai
ulang pada apa yang telah aku pilih.
Aku tidak ingin bersamamu Cuma karena enggan menangani kesendirian. Aku
tidak ingin bersamamu Cuma karena enggan sendiri. Kau tidak layak untuk itu.
Seseorang semestinya memutuskan bersama orang lain karena menemukan keutuhannya
tercermin. Bukan ketakutannya akan sepi.
Kita tak layak untuk itu. Aku
tahu, sayang yang dia punya nyata adanya. Bukan kepalsuan sebenarnya. Sama
seperti sayang yang juga bertumbuh dalam aku. Tapi sepertinya kita bukan
pelengkap satu sama lain.
Pendekar, kamu istimewa. Tapi
sudah saatnya kita berbalik saling membelakangi. Berjalan menuju mimpi kita
masing-masing. Aku masih percaya jodoh adalah takdir. Tapi takdir yang perlu
diusahakan, bukan hanya untuk ditunggu. Maka, aku sudah cukup untuk berusaha
dengan mu saat ini.
Kamu baik-baik ya. Jangan biarkan
masalah itu terus saja menghadapimu. Kamu pendekar, dan kamu harus tahu jurus
untuk melumpuhkan mereka.
Aku tak bisa lagi mengucapkan
rindu.
Tapi,
Jangan lupa bahagia.
Semua masalah bisa luluh hanya
dengan melihatmu tersenyum.
Terimakasih ya.