Jejak

Jejak

Sabtu, 21 Februari 2015

Sebuah Ucapan



Jadi... kamu apa kabar?

     Sebuah sapaan sederhana yang mampu meluruhkan dadaku seketika. Dan entah mulai kapan air mata ikut turun. Menetes satu persatu. Sebuah ucapan yang sebenarnya tak ku harapkan. Aku tak butuh sapaan, aku butuh penjelasan lebih dari sekedar empat baris kata itu. Tapi rasanya, empat kata cukup untuk melegakan sebuah penantian.
      Jadi, sapaannya menegaskan jarak panjang diantara kita. Dan sebuah kesadaranku bahwa hubungan ini akan mencapai tujuannya. Tujuan pacaran adalah untuk putus, entah menikah atau mengakhiri hubungan. Dan pastinya kita bertemu dengan tujuan kedua.  

Tak ada yang baik-baik saja ketika ditinggalkan oleh orang yang disayang.

      Ada kombinasi cemas dan kecewa yang tidak kecil. Aku bosan mengatasnamakan rindu. Rasanya luruh. Tapi setiap kali menyusuri sudut-sudut kota ini, aku kembali patah hati. Rasanya ada banyak sosok kita dimanapun. Ketika dia turun dari kereta dan langsung segera menemui aku, dan lewat rintikan hujan aku melihat senyumnya. Senyum yang bisa membuatku jatuh cinta ketika itu.
Sebuah ingatan yang melekat adalah ketika itu. Di senyumnya.
        Aku suka senja. Langit bersemburat orange yang memikat terutama saat matahari bergerak turun dan menghilang dari pandanganku. Tapi senja pernah mengecewakan aku lewat  dia. Sebuah janji yang terucap dan tak pernah sekalipun diusahakan untuk ada. Tak pernah b e r u s a h  a. Seperti ketika kerinduan menyergap dan tak ada usaha untuk bertemu. Seperti ketika aku menangis dan tak ada yang sanggup ia seka. Tak ada penjelasan yang mampu melegakan.

Jadi apa arti sebuah hubungan.

       Aku pengagum Dee Lestari. Aku suka semua tulisannya. Terutama tulisan peluk di Rectocerso. Harusnya dia juga baca itu. Semacam penyadaran untuk sebuah kepalsuan yang kita agungkan tiap hari nya. Dulu. Sepenggal paragraf yang begitu mengagumkan untuk bisa memaknai ulang pada apa yang telah aku pilih. 

Aku tidak ingin bersamamu Cuma karena enggan menangani kesendirian. Aku tidak ingin bersamamu Cuma karena enggan sendiri. Kau tidak layak untuk itu. Seseorang semestinya memutuskan bersama orang lain karena menemukan keutuhannya tercermin. Bukan ketakutannya akan sepi. 

Kita tak layak untuk itu. Aku tahu, sayang yang dia punya nyata adanya. Bukan kepalsuan sebenarnya. Sama seperti sayang yang juga bertumbuh dalam aku. Tapi sepertinya kita bukan pelengkap satu sama lain.
Pendekar, kamu istimewa. Tapi sudah saatnya kita berbalik saling membelakangi. Berjalan menuju mimpi kita masing-masing. Aku masih percaya jodoh adalah takdir. Tapi takdir yang perlu diusahakan, bukan hanya untuk ditunggu. Maka, aku sudah cukup untuk berusaha dengan mu saat ini.
Kamu baik-baik ya. Jangan biarkan masalah itu terus saja menghadapimu. Kamu pendekar, dan kamu harus tahu jurus untuk melumpuhkan mereka.

Aku tak bisa lagi mengucapkan rindu. 

Tapi,
 Jangan lupa bahagia.

Semua masalah bisa luluh hanya dengan melihatmu tersenyum.
Terimakasih ya.  

Continue Reading...

Followers

Follow Us

Follow The Author