Jejak

Jejak

Kamis, 14 November 2013

Analogi Langit Sore Ini

         Langit sore ini, terlihat begitu gelap. Sudah sejak siang tadi seperti itu. Namun, hembusan petrichor yang ku tunggu, tak juga muncul di indra penciumanku. Lagi-lagi langit menggodaku, memberi terpaan harap yang berhembus sangat lama. Dan selama itu pula ia memberi arti, tak ada hujan yang akan turun sore ini. Seberapa pun besarnya keinginanku untuk menjumpai titik air yang jatuh dan seberapa lama mataku memandang langit yang mengabu-abu, hembusan angin tetap terasa sama. Dingin dan menipu. tak ada titik air, juga petrichor yang kuharapkan tiba. Seperti merasa akan ada yang datang, tapi ia tak pernah datang.
          Terkadang, langit kayak cinta ya? Tapi ini tentang cinta yang lain. Cinta yang terasa nyata di dalam, tapi tak bisa diakui pada permukaan. Atau bahasa gaulnya, Hubungan Tanpa Status. Iya, analoginya seperti langit sore ini. Ada yang berhembus teduh di dalam, namun sering kali seperti angin lewat yang menggoda. Tak bisa dimiliki, tak bisa direngkuh. Dekat tapi tak benar-benar dekat. Begitu munafik di katakan teman, dan begitu terusik dikatakan pacar. Kata mereka ini yang namanya Hubungan Tanpa Status. Sebuah kisah bertemakan cinta yang tak bisa disebut kita. Cukup santun disebut aku dan kamu. Tak ada kita. 
          Menyakitkan ya? ketika cinta yang terasa tak pernah bisa diungkap sedetailnya. Tak bisa diakui. Mestinya cinta itu pasti. pilihannya hanya dua. aku cinta dia atau aku tidak mencintainya. hanya ada warna hitam dan putih. Tak perlu ada abu-abu yang ikut menggerayangi. Kenapa harus ada warna seperti itu dalam cinta? kenapa warna baju yang kusukai itu, harus ikut serta menjadi warna yang menurunkan air mata. Membuat berhenti dan tak mau meneruskan lagi. Atau disebut sebuah keputus asaan. Kondisi gersang.
           Tapi tunggu. Ada yang terlupa.  Langit gak bisa ditebak kan? bisa saja 1 jam lagi atau mungkin beberapa menit lagi, ia mau menghapus rinduku pada petrichor. Menurunkan titik atau malah garisan-garisan air nya ke tanah kering. Bisa saja sama seperti cinta yang ini bukan? mungkin saja ia masih menikamati masa-masa pendekatan nya. Menarik ulur hati yang kemudian disebutnya sebagai seni dalam mencinta. ah, masih saja membingungkan. Meskipun itu mungkin, tapi aku masih abu-abu dengan hal semacam itu.
           Ah sudahlah, tak perlu begitu lama memikirkan cinta yang begitu rumit. aku hanya mampu menawarkan filosofi klasik. Tanyakan saja pada hatimu. ya, memang seperti itu. hanya hati mu yang tau, mau menunggu atau berhenti berjalan, mencari jalan lain yang lebih putih atau lebih hitam. bukan yang abu-abu.
           Hmm.. hingga tulisan ini selesai, langit sore masih saja bungkam. Hidungku tak juga membaui petrichor, tapi malah aroma bakso yang menggelitik untuk ku cicip. Aku butuh jeda menatap lagit yang tetap sama dari tadi, sama seperti aku dan kamu. Rasanya aku butuh jeda untuk merenungi semua ini. Tenang saja, aku masih percaya bahwa jodoh tak akan kemana. Untuk saat ini, biar saja langit menggantung seperti itu. Dingin dan masih mengabu-abu. Seperti kamu.  :)

Continue Reading...

Jumat, 08 November 2013

Ironi 8 November 2013, atas nama bungkam

          Duduk, diam dan pura-pura mendengar. Dari sini aku memerankan tokoh seperti itu. Didepan, dosenku bicara sangat perlahan dan mendayu hingga telingaku terlalu malas menangkap gelombang suaranya yang membosankan. Mungkin ia lupa jika ia tengah berinteraksi dengan manusia lainnya yang duduk malas di bangku-bangku perkuliahan. Entahlah. Urusannya. Yang ku dengar samar-samar, ia berbicara tentang lemak dan kawan-kawannya yang begitu memuakkan. Aku tak mampu mengikuti apa yang ia katakan. Rentetan kalimatnya bergerak cepat bersamaan dengan slide yang terus berganti. Tanpa ku tahu apa dan mengapa hal itu di lakukan. Kata-kata di dalamnya berisi bahasa-bahasa aneh yang malah menjadi polusi di otakku. Aku belum mengenal lemak, dan dengan adanya bahasa-bahasa yang  tak jelas itu aku justru tambah membencinya. Apalagi tak ada panduan untuk aku mengenalnya. ah, mungkin dosenku juga lupa, aku masih bodoh.
          Sejujurnya, aku benci perkuliahan semacam ini. Hanya duduk, tanpa ku tahu makna apa yang harus ku gali dari percakapan bisu ini. Ia bicara dan kami diam. dengan sesekali mengatakan IYA. IYA, kami tak tahu apa yang anda katakan. Lebih baik bungkam !
Continue Reading...

Followers

Follow Us

Follow The Author