Jejak

Jejak

Minggu, 21 Desember 2014

Senyum Sa

Share it Please


        “Sudah kubilang potong rambutmu, Sa. Lihatlah rambutmu masuk dalam kuah bakso!”
Sa malah tertawa sangat girang serupa gadis kecil yang dikasih permen. Aku hanya bisa menarik napas panjang, untuk kesekian kali dan sekian waktu.
“Sudahlah put. Biar kita jadi anak kembar betulan. Rambut sama panjang, tahi lalat diatas bibir. Mirip sekali. Aku suka seperti ini”
Aku jengah mendengar ucapannya. Segera kuambil kunciran rambut dari dalam tasku. Kemudian meraih pundaknya untuk berbalik dan menguncir kuda rambut panjangnya yang tergurai macam bintang iklan shampo.
“...dan aku suka saat-saat begini Put” tambah Sa sembari  menolehkan kepalanya padaku. Aku tertawa dan mencubit gemas pipi putihnya yang mirip bayi.
      Tak lama saat kami masih asyik menyantap bakso, rintik hujan mulai jatuh. Binar mata Sa berubah. Sama seperti aku. Ya, sejak kecil kami memang suka hujan. Seringkali menghabiskan waktu di tengah hujan yang turun. Bahkan hingga putih abu-abu telah lepas dari tubuh kami.
Hingga selepas senja dan gelapnya malam mendominasi, kami masih belum beranjak dari warung bakso. Masih bercakap seru tentang apapun. Dengannya, tak pernah ada yang membosankan. Semenjak kecil hingga saat inipun tak ada yang berbeda. Tak ada sedikitpun.
Hanya saja aku yang sekarang mulai menyadari sesuatu . malam ini dibawah temaram lampu warung yang sudah tutup, ada yang lebih baik ketimbang hujan yang turun. Senyumnya. Senyum Sa, suamiku.       


#FF2: belajar flashfiction bareng PersManifest                                                                                        



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Followers

Follow Us

Follow The Author