Jejak

Jejak

Sabtu, 10 September 2016

Under Blue

Share it Please


Aku curiga sesuatu yang aneh telah terperangkap dalam tubuhku. Ia bertubuh kecil, punya sayap dan menyusup lewat pori-pori kulitku yang makin lama terlihat jadi membesar. Atau jangan-jangan sebenarnya aku adalah bagian dari mereka yang bukan manusia atau memang benar yang dituduhkan ibu dan dokter bodoh itu bahwa aku mengidap mental disorder. Ah, sulit dipercaya. Semua keanehan dalam hidupku ini bermula ketika aku menemani Tristan bermain dengan crayonnya. Anak dari Mbak Lina, bocah penderita autis yang memiliki kemampuan imajinasi luar biasa cerdasnya. Aku mengagumi cara Tristan membuat bentuk-bentuk kartun yang terkadang abstrak dan selesai menjadi gambar yang menarik. Sudah kubilang imajinasinya liar. Seperti saat itu, tiba-tiba Tristan menarik ujung bajuku dan menunjukkan retakan tembok rumahnya yang bergaris-garis dengan semburat. 
“Ini pegasus, mbak” jari mungil Tristan berjalan mengikuti alur membentuk pegasus seperti dalam benak pikirnya. Entah sebab imajiku yang sudah lapuk dimakan angka-angka, problema dan ego yang semrawut sehingga aku tak mampu mengikuti jalur imaji Tristan. Kepalaku cuma bisa mengangguk untuk pura-pura mengerti.
“Yang ini bentuknya kayak pohon bunga sakura.  Bunganya jatuh”
“Ohh”
“Yang ini gajah”
“Belalainya mana?”
“Ini” dengan mantap Tristan menunjuk retakan berkelok yang kuamini benar sebagai bentuk belalai. Menemukan satu bentuk imaji yang sama dengan Tristan, membuatku bersemangat juga menemukan bentuk-bentuk lainnya dari retakan tembok itu. Beberapa menit selanjutnya kami sibuk dengan imaji masing-masing, dengan susah payah pun akhirnya bisa kutemukan sebentuk wajah dalam retakan tembok. Kemudian entah kenapa satu gambar yang kutemukan tadi sanggup membayangi di tiap waktu hingga Mbak Lina telah datang, lalu aku pulang, tidur dan sosok itupun ikut masuk dalam tidurku. Tepatnya masuk dalam mimpi, atau aku yang telah masuk dalam dunia lain. Entahlah.
Dalam mimpi itu, mimpi anehku yang pertama, atau dalam dunia lain yang entahlah, aku memperhatikannya dari jarak yang sangat dekat sebenarnya. Sekitar jarak baca normal atau sekitar 30 cm dari tempat ia berdiri memetik portulaca. Tapi ia tak menyadari keberadaanku. Tubuhku terjepit diantara ilalang berwarna biru mengkilat yang tinggi menjulang bak rerumpunan bambu. Sosok wajah itu milik bayi mungil yang punya bulu mata luar biasa lentik dengan iris mata berwarna biru bening dan bibir mungilnya yang merah merekah.  Dia masih bayi seumur Neina mungkin, sekitar 2 atau 3 minggu, tapi mampu berdiri sigap dengan sayap kecil yang mengepak di sisi kanan kiri tubuhnya. Gila. Belum lagi aku bisa mengidentifikasi manusiakah atau makhluk jenis lainnya yang ada di depanku ini, sesuatu yang sangat besar bergerak di atasku. Gerakannya lamban serupa pesawat yang baru landing di bandara. Dengan kadar takut yang makin tinggi, kalut dan rasa penasaran yang tak habis-habis kudongakkan kepalaku melihat langit. Seekor bison (yang punya sayap!) terbang melintas di atas kepalaku. Macam surealisme dalam video klip Up & Up Coldplay! Bedanya, aku yakin sanggup menyentuhnya secara nyata jika saja ia terbang agak rendah. Aku sungguh tak tahu apa yang terjadi  saat itu. Sekuatnya kucubit pipi dan kedua lenganku, berharap ini cuma mimpi konyol dan akan hilang perlahan bahkan lupa selama-lamanya setelah bangun dari tidur. Tapi cubitanku sungguh terasa sakit dan herannya aku masih berada diantara ilalang biru dan seorang (atau seekor) bayi yang masih mengusik liukan portulaca yang berkilauan. Chaos. Aku tak tahu tengah berada di belahan bumi atau galaxi yang mana. Bagaimana caraku sampai di tempat itu. Yang kuingat sebelumnya, aku hanya sedang tertidur di di kasur beludruku setelah menemai Tristan bermain lalu tercebur dalam air gelembung semacam soda dan jatuh diantara ilallang-ilalang warna biru itu.
Kemudian segalanya mendadak sirna semacam bekas ingatan liburan semester ketika ada seseorang yang menepuk bahuku.  Rasanya seperti tersedot dalam mesin penyedot debu dan aku telah kembali lagi di atas kasur beludru. Ibuku yang telah membangunkanku dari mimpi Maha absurd dan mendapati tubuhku berkeringat dan bernapas dengan susah payah.
Tak hanya sekali dua kali mimpi itu muncul seperti nyata kualami. Dan kemudian bukan juga kutemui dalam mimpi, tapi masuk dalam dunia nyataku. Mereka memperlihatkan sosoknya secara frontal dan gilanya Cuma aku yang bisa melihatnya! Tidak ibu, tidak dokter bodoh yang selalu meyakinkan ibu bahwa aku telah mengalami halusinasi parah akibat mental disorder yang kuidap. Awalnya aku hampir percaya bahwa yang kualami ini memang sebab penyakit mental yang tak tersembuhkan mungkin. Tapi di suatu hari, ketika keluarga besar kami tengah makan bersama termasuk juga Tristan keponakanku, sosok bayi mungil beriris mata biru itu muncul dari balik meja. Ia tersenyum ke padaku dan selanjutnya pecah menjadi partikel-partikel kecil yang berterbangan ke arahku. Makanku bertambah lahap, aku mulai takut pada diriku sendiri. Tapi tetap berusaha menyimpan rapi segala yang kulihat di sekelilingku atau aku akan dicap gila oleh keluarga besar. Selanjutnya ketika semua piring telah tandas tak bersisa dan diangkut menuju dapur untuk dicuci, orang-orang telah beranjak menuju ruang tivi ataupun halaman, menyisakan aku dan Tristan yang masih mematung di tempat duduk masing-masing. Kami saling bertatapan dan Tristan tersenyum.
“Aku lihat apa yang kamu lihat mbak”
“Ah?”
“Aku juga lihat dia pecah jadi partikel-partikel kecil lalu masuk dalam tubuhmu melalui pori-pori kulit”
Aku diam mematung. Belum juga selesai takjub dengan apa yang kulihat tadi, cara bicara Tristan yang menjadi normal pun ikut membuatku bertambah frustasi memikirkannya.
“Mbak gak percaya tadi Tristan lihat Vregi juga?”
“Tristan, Vregi itu apa?”
“Iya yang tadi masuk ke tubuh mbak itu, namanya Vregi. Dia makan banyak ya mbak”
Aku bergidik ngeri. Sepertinya aku sedang berhalusinasi parah dan perlu dibangunkan dengan segera sebelum muncul bison terbang lagi atau hal-hal yang membuatku lebih gila dari ini.
---- bersambung----

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Followers

Follow Us

Follow The Author