bapak ibuk ku di awal pernikahan |
Satu lagi kabar duka dari kawan
seangkatan saya. Bapaknya meninggal sore tadi. Berita ini membawa saya pada
satu ingatan secara mendadak dan brutal membuat hati kalut. Ucapan mulut kecil
adik saya yang masih TK, dia bilang dia janji gak akan angkat telepon saya
karena saya ga pernah pulang. Segitu kesalnya dia. Kata-katanya berdengung
terus-terusan. Tiba-tiba kelebatan kabar minggu lalu sangat menggangu pikiran.
Ibu bilang, bapak demam, ibu juga demam. Dan saya disini? Tak ada
yang dilakukan. Hanya diam menunggu. Dan menggerutu.
Seorang kawan saya bikin surat buat bapaknya
yang ada di surga beberapa waktu lalu. Dalam bahasa inggris intinya dia
menanyakan kabar, dan bertanya apakah dia telah tumbuh seperti apa yang
bapaknya ingini. Atau ketika kawan saya lainnya seringkali
bikin pm rindu bapaknya dengan emoticon sedih. Atau saat bermain ke rumah teman yang hanya tinggal serumah dengan ibunya karena bapak dan adiknya
yang telah tiada karena kecelakaan. Tiba-tiba mengingat ini semua, saya
merasakan itu.
Bapak buat saya dalam tiga kata
adalah tulus, tegar dan tabah. Mungkin selayaknya kebanyakan pria, bapakku suka
menyimpan sedihnya sendiri. Dia yang mendadak diam memikirkan sesuatu dan
terusik ketika aku bertanya. Dia yang memaksakan diri untuk mengantar jemput
aku yang sangat jarang pulang ke rumah meskipun dia tengah sakit. Bapak yang
seringkali punya banyak nasihat hingga kadang membuatku mesti mengigit lidah
kuat-kuat agar tak meneteskan air mata di depannya. Bapak yang masih saja
mencium kedua pipi anak-anaknya disaat bapak lain mungkin malu melakukannya.
Bapak yang di dalam pelukannya ketika lebaran begitu menghangatkan, dan
membiarkan seluruh beban kesalahanku jadi terasa lega dalam tibuh ringkihnya.
Bapak yang... sangat aku sayangi, maafkan aku...
Umurku telah beranjak kepala dua
pak. Sudah 22 tepatnya. Sudah banyak kali ciuman mu mendarat di pipi kanan
kiriku. Sudah enta berapa kalinya aku membantah nasihatmu yang kurasa kolot.
Dan tak ada yang bisa kuhitung saat ini apa yang sudah kulakukan untuk
membuatmu tersenyum bangga padaku.
Pak, apa pijatanku di badanmu
bisa membuatmu lebih nyaman? Meski aku tak bisa menghilangkan beban yang kau
pikul sejak kecil itu. setidaknya aku ingin bisa membahagiakan mu dengan
kehadiranku. Aku ingin kau melihatku bisa mewujudkan cita-cita yang kau
selipkan lewat namaku.
Pak, aku hanya ingin menuliskan
keresahanku tiba-tiba. Merindukanmu tiba-tiba. Aku sangat ingin pulang untuk
menmuimu. Menemui ibu, ilham, mira, mbak Lia. Aku ingin memijatmu. Pak, jangan
tanyakan dulu soal skripsiku. Aku tahu sudah waktunya kau melihat anakmu wisuda
tahun ini. doakan saja pak. Aku akn terus berjuang. Entah kerikil apalagi yang
akan aku injak, aku akan kuat seperti yang kamu mau. Pak, aku akan jadi putri
yang tangguh dan segera memeberikan kebahagiaan tak terhingga buatmu.
Secepatnya. Tunggu aku sukses pak. Sebentar lagi. Sungguh aku tak akan lama
menggapainya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar