Jejak

Jejak

Minggu, 26 April 2015

Bapakku

Share it Please


bapak ibuk ku di awal pernikahan


Satu lagi kabar duka dari kawan seangkatan saya. Bapaknya meninggal sore tadi. Berita ini membawa saya pada satu ingatan secara mendadak dan brutal membuat hati kalut. Ucapan mulut kecil adik saya yang masih TK, dia bilang dia janji gak akan angkat telepon saya karena saya ga pernah pulang. Segitu kesalnya dia. Kata-katanya berdengung terus-terusan. Tiba-tiba kelebatan kabar minggu lalu sangat menggangu pikiran. Ibu bilang, bapak demam, ibu juga demam. Dan saya disini? Tak ada yang dilakukan. Hanya diam menunggu. Dan menggerutu.
Seorang kawan saya  bikin surat buat bapaknya yang ada di surga beberapa waktu lalu. Dalam bahasa inggris intinya dia menanyakan kabar, dan bertanya apakah dia telah tumbuh seperti apa yang bapaknya ingini.  Atau ketika kawan saya lainnya seringkali bikin pm rindu bapaknya dengan emoticon sedih. Atau saat bermain ke rumah teman yang hanya tinggal serumah dengan ibunya karena bapak dan adiknya yang telah tiada karena kecelakaan. Tiba-tiba mengingat ini semua, saya merasakan itu.
Bapak buat saya dalam tiga kata adalah tulus, tegar dan tabah. Mungkin selayaknya kebanyakan pria, bapakku suka menyimpan sedihnya sendiri. Dia yang mendadak diam memikirkan sesuatu dan terusik ketika aku bertanya. Dia yang memaksakan diri untuk mengantar jemput aku yang sangat jarang pulang ke rumah meskipun dia tengah sakit. Bapak yang seringkali punya banyak nasihat hingga kadang membuatku mesti mengigit lidah kuat-kuat agar tak meneteskan air mata di depannya. Bapak yang masih saja mencium kedua pipi anak-anaknya disaat bapak lain mungkin malu melakukannya. Bapak yang di dalam pelukannya ketika lebaran begitu menghangatkan, dan membiarkan seluruh beban kesalahanku jadi terasa lega dalam tibuh ringkihnya. Bapak yang... sangat aku sayangi, maafkan aku...
Umurku telah beranjak kepala dua pak. Sudah 22 tepatnya. Sudah banyak kali ciuman mu mendarat di pipi kanan kiriku. Sudah enta berapa kalinya aku membantah nasihatmu yang kurasa kolot. Dan tak ada yang bisa kuhitung saat ini apa yang sudah kulakukan untuk membuatmu tersenyum bangga padaku.
Pak, apa pijatanku di badanmu bisa membuatmu lebih nyaman? Meski aku tak bisa menghilangkan beban yang kau pikul sejak kecil itu. setidaknya aku ingin bisa membahagiakan mu dengan kehadiranku. Aku ingin kau melihatku bisa mewujudkan cita-cita yang kau selipkan lewat namaku.
Pak, aku hanya ingin menuliskan keresahanku tiba-tiba. Merindukanmu tiba-tiba. Aku sangat ingin pulang untuk menmuimu. Menemui ibu, ilham, mira, mbak Lia. Aku ingin memijatmu. Pak, jangan tanyakan dulu soal skripsiku. Aku tahu sudah waktunya kau melihat anakmu wisuda tahun ini. doakan saja pak. Aku akn terus berjuang. Entah kerikil apalagi yang akan aku injak, aku akan kuat seperti yang kamu mau. Pak, aku akan jadi putri yang tangguh dan segera memeberikan kebahagiaan tak terhingga buatmu. Secepatnya. Tunggu aku sukses pak. Sebentar lagi. Sungguh aku tak akan lama menggapainya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Followers

Follow Us

Follow The Author