Jejak

Jejak

Jumat, 28 Oktober 2016

Pingin ditulis

Share it Please
         Satu minggu yang nggladrah . Berangkat ke Sidoarjo hari Senin malam dengan tujuan menuju briefing magang dan cari buku di Book Fair Surabaya. Selasanya, berangkat ke Big Bad Wolf tapi hasilnya nihil. Sampai di tujuan, hujan sangat deras sudah mengucapkan selamat datang. Sa mesti ngiyup dari seberang Jatim Fair tempat acara tersebut berlangsung selama satu jam. Betenya lagi, gak ada yang menarik hati dari sekian puluhan juta buku yang dipamerkan disana. Sorenya beranjak ke Surabaya dengan kawan, dan dengan bodohnya menyadari kalo lupa bawa helm di kota besar. Kami nekat menembus belantara motor dan beberapa polisi di pinggiran. Jantung yang juga gak karuan sebab si Mahdaningrum yang gak punya SIM. Salah satu keberuntungan warbiyasa yang pernah sa rasai. Sampai di lokasi yang direncanakan untuk magang, rupanya tempatnya gak sesuai dan gak meyakinkan sama sekali. Akhirnya sa melepaskan kesempatan itu di waktu magrib dengan latar langit yang sudah gelap. Kami berbalik pulang mencari tempat makan yang punya wifi sebab perlu test online di jam yang sudah mepet. Makan disambi garap soal yang berkali-kali diloncati karena kehabisan waktu.  Sa pulang lagi ke Sidoarjo. Lalu nomer 3 mati, semua kontak hilang termasuk nomernya ibu dan ATM yang rupanya keblokir. 
          Dapat bbm jadwal glasi resik dan yudisium fix di hari Jumat. Rasanya percuma berangkat jauh-jauh ke kota ini dan gak mendapatkan apapun. Ngabisin duit aja, lagi kere juga. Akhirnya mesti balik lagi ke Jember naik kereta dan terpaksa mendengar perbincangan SARA dua manusia di bangku samping. Rupanya komen-komenan menjijikan di sosmed mengenai isu SARA benar-benar ada di dunia nyata. Sa kira itu cuma komputer yang disetting sedemikian rupa. Bahh, kuping sa panas sungguhan. Kamisnya mengikuti gladi resik yang molor gak karuan, dicueki kawan yang entah punya salah apa sa ini. Jumatnya, gak bisa telpon ibu sebelum yudisium sudah bikin uring-uringan seharian. Semua penjual pulsa di muka bumi kayak bikin kongsi untuk tak mendukung sa di hari ini. Kemudian dengan baju putih yang rupanya sedikit kebesaran dan pantofel yang pinjam sebab segalanya kelupaan, berangkat yudisium adalah keniscayaan di pagi hari ini. Lalu pulsa baru masuk di detikdetik sudah dipanggil masuk ruangan. Sa sms ibu. Lalu hape dimatikan. Menunggu segalanya dimulai. Iya, hari ini. Segala titik kesialan akhirnya bertemu di puncaknya. Ini semacam adegan ending dalam film fantasi. Ketika segala agen kesialan di minggu ini berjalan, memutar, merayap melewati jalan-jalan dari tiap penjuru kota dan berkumpul di titik pusaran black hole yang tiba-tiba saja membuka di tengah perhelatan yudisium. Mereka, seluruhnya masuk ke dalam lubang. Lalu dengan sebuah simbol pelepasan jas almamater yang rupanya media kunci, pintu black hole menutup dan meraup segala yang benar-benar menyebalkan selama-lamanya. Selamat melepaskan diri dari dunia maya, begitulah katanya dan decit suara pintu yang tak biasa menutup dengan sempurna. Lega. 
           Tapi, rupanya sisa-sisa kesialan masih tertinggal di lorong meja bekas kosan. Mungkin sebab pintu black hole yang terlalu cepat menutup? Aneh kan. Biasanya dalam film-film itu, segala roh jahat yang tersedot, bakal masuk dengan sempurna tanpa terkecuali. Tapi di hidup sa kok masih punya sisa-sisanya. Oh, rupanya sa masih ngantuk. Magh yang menyerang hari ini bikin halusinasi yang gak bisa dibendung. Sa rindu. Tapi ia cuma bagian dari sisa-sisa yang ikut tertinggal di lorong meja. Dan tahukah apa yang paling benar? Iya, ini hanyalah persiapan menyambut tamu bulanan yang datang. Hati-hati. []

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Followers

Follow Us

Follow The Author