Sepagi tadi
ibu telpon. Beliau bilang bapak semalam gak bisa tidur, karena di daerah
Saradan ada seorang mahasiswi yang dibunuh. Dalangnya seorang wanita juga kata
ibu, dan beliau bikin praduga kalo kemungkinan motif pembunuhan karena rebutan
pacar. Ah, sudah gak kaget ya. Namanya juga jaman edan. Tapi bukan ini poinnya.
Poinnya adalah bapak gak bisa tidur karena kepikiran kondisi saya disini.
Mendadak bapak mau main ke Jember lihat kondisi tempat saya menuntut ilmu.Beliau ampai gak bisa tidur. Ah bapak...
Saya ingat
betapa bahagianya momen pertama kali diantar bapak ke Jember. Dari kami
berempat yang diterima di kampus ini, Cuma
saya yang diantarkan bapak daftar ulang. Bapak gak pernah bilang alasannya mau
ikut mengantar, padahal jelas saya ada teman yang-teman yang juga berangkat
sendirian. Di Jember, bapak Ikut mengantar mengantri sampai seharian. Hari itu,
sangat melelahkan akibat ngantri dari pagi sampai magrib. Saya Cuma sarapan dan
belum makan. Selesainya daftar ulang, bapak sudah di berada di halaman UMC yang
saat itu jadi tempat periksa kesehatan. Setelahnya kami pulang. Waktu saya
bilang lapar, bapak bilang bapak juga belum makan karena ingat saya pasti belum
makan juga. Ah bapak...
Pulangnya,
seingat saya bapak sedikit demam. Mungkin akibat faktor usia sehingga mendapati
perjalanan jauh membuat ketahanan tubunya berkurang. Mungkin saja . Meski saya
tahu bapak orang yang kuat. Ingatan ini
yang buat saya gak tega kalo bapak mesti menengok jauh-jauh kemari. Saya Cuma diam
mendengarkan kabar ibu. Saya bilang, bapak nggak usah kemari nanti bapak
kecapekan. Tapi sudahlah, saya tau bapak. Keresahannya gak akan pudar sampai
beliau selesai memastikan. Ah Bapak, putrimu
baik-baik saja. Masih manis dan berjuang menyelesaikan skripsi. Berita
di Saradan itu, jangan mengecoh ketrentamanmu. Saya baik saja-saja pak.
Saya seringkali
egois belakangan ini. Saya lupa lihat ke bawah, dan terus memaksakan kehendak
seenaknya. Maafkan Tuhan. Saya sering rancu dalam memilah hal-hal yang baik
atau buruk. Selanjutnya saya bingung, hidup yang benar itu seperti apa Tuhan?
Anggap saja saya bertanya dari sisi perempuan. Kenapa pikiran saya mbulet
njelimet ya? Gak bisa buat perencanaan yang istimewa. Misalnya kawan-kawan
saya sekarang ini, disamping sibuk garap
skripsi dan memikirkan jodoh kemudian setelah lulus ingin bekerja lalu menikah.
Atau seperti mantan yang ingin segera menyelesaikan kuliah selanjutnya pergi ke
luar Jawa dan bekerja disana. Sedangkan saya entahlah mau kemana. Rasanya ingin sekali melakukan pencarian meaning of life di
tanah antah berantah, lalu entah menemui ajal atau kebosanan akut atau
sungguhan bertemu arti hidup. Saya nggak tahu kenapa kepikiran ikut program
yang katanya setiap tahun ada saja korbannya. Entah tenggelam karena tidak bisa
berenang atau hal lain. Serem? Iya lah. Siapa yang gak takut ketemu resiko
nyawa melayang apalagi manusia kecil, cengeng, baperan dan banyak nimbun dosa
kayak saya.
Seiring waktu
berjaan, niat ini timbul tenggelam dalam hati dan pikiran. Misalnya kalo sedang
garap skripsi, saya gak fokus yang lainnya kecuali barang membosankan ini
segera selesai. Hahaha. Tapi saingannya banyak lo. Kok mahasiswa di kota-kota
besar itu tertarik ya mengabdi di pedalaman? Lantas kenapa di universitas saya
ini, gak ada woro-woro program ini sama sekali? Ah, biar rumput yang
goyang-goyang itu menjawab.
Selanjutnya,
rencana saya sama. Bekerja dan menciptakan keluarga sendiri. Dengan bekal yang
saya punya, lalu menciptakan keluarga sederhana yang romantis, bahagia, sentosa
sampai akhir hayat. Biar kami, hidup
yang sebenarnya hidup. Biar hidup saling
cinta dan menghargai. Begitulah. Sama saja seperti mimpi-mimpi yang lainnya.
Alasan lain
kenapa ingin pergi ke antah berantah, karena saya ingin memuaskan dahaga masa
muda. Kayaknya saya kurang piknik deh. Gak
pernah lihat ke bawah, sehingga seringkali kurang bersyukur. Suka mengeluhkan
hidup yang gini-gini aja. Ya Robb, hambamu ini gini-gini terus. Maafkan terus
ya Robb.
Selanjutnya,
ketika ada yang bertanya apa kamu yakin? Nyali saya langsung saa ciyut. Hanya karena
pertanyaan sebaris saja sudah begitu, gimana mau menghadapi tantangan di antah
berantah? Saya sering menertawai diri sendiri. Kayaknya saya kegedean mimpi,
padahal badannya kecil. Mana kuat mikul? Semua rencana akan tetap jadi wacana
jika tidak ada skenario Tuhan yang dirancang segaris dengan apa yang kamu
mimpikan. Maka saya nggarap skripsi saja sekarang. Sambil sesekali ngikuti mode
anak muda yang suka nongki dan ngerumpi. Kalo muak, saya diam di kosan dan
merenung. Hidup gitu-gitu aja sih. Nothing
special. Coba pinter kayak Dina, mungkin sekarang saya sedang cari warung
ngopi bareng dia di Jepang. Hai Dina, sudahkah ketemu warung kopi? Saya rindu
pikiran cerdasmu. Hehehehe.
Saya manusia yang
kuno sekali. Suka canggung di tempat elite dan sering merasa risih ngikuti mode
sekarang karena bukan saya banget. Jadi sebenarnya, kalo ada yang bilang
perempuan itu ribet, dia harus lihat dulu manusianya. Yang bikin ribet itu
mode, karena wanita ingin cantik sesempurna mungkin. Nggak salah kok. Kodratnya
wanita pingin selalu tampil cantik. Tapi saya salut sama perempuan yang suka
tampil apa adanya. Gak pedulikan bedak atau baju cantik. Be natural dan cuek. Kok berani, di jaman yang sekarang ini banyak
artis dadakan muncul di IG atau sosmed-sosmed lain. Lalu suka takjub lihat
lelaki yang melihat wanita apa adanya begitu. Ah, betapa beruntungnya mereka
ketika memiliki satu sama lain.
Lah, cuapan saya jadi nggeladrah kemana-mana.
Oh iya, mau saya tanyakan lagi. Ya Robbku sayang, jadi apakah perencanaan hidup
ruwet saya dibenarkan? Saya seringkali menyalahkan idealisme ini. sering
menyalahkan mimpi. biasabiasa saja lah jadi manusia. Mengikuti alur Tuhan
kemana Dia arahkan. Sederhana saja. Gak usah dipikir ruwet. Tapi, ehmm. Sebenarnya
saya gak berpikir ruwet-ruwet amat sih untuk rencana ini. Biasa saja. Diijinkan
Alhamdulillah, nggak diijinkan pun saya punya pilihan lain yang pasti. Bekerja misalnya.
Karena terkadang, hidup ini suka
terbolak-balik. Manusia yang punya perncanaan hidup sederhana saja, malah punya
liku kehidupan yang luar biasa asyik. Sedangkan yang punya rencana ini itu
mentok-mentoknya malah punya alur yang standar saja. Jadi begitulah. Kata
Thole, hidup saja disaat ini. nggak perlu memikirkan kembali masa lalu atau
masa depan. Ehm, kadang saya mau tanya sama dia. Apa itu artinya, dilarang
bikin perencanaan hidup atau pasang-pasang target? Ah, biar Tuhan, Thole dan
udara di sekitar yang tahu.
Terpenting,
ingat empat falsafah jawa ini. Ojo
gumunan, ojo kagetan, ojo getunan, ojo aleman. Maknanya dalem. Artinya cari
sendiri di google ya. Udah panjang tulisannya. Saya malas jelaskan. Hahaha.
Oh iya, Bapak,
panjenengan sampun ngertos kulo bade tumut program niku to? InsyaAlloh lo pak. Namanya
wacana pak. Siapa tahu putrimu ini seiring berjalnnya waktu makin kehilangan
nyali lalu bablas hilang, jadi sekedar mimpi sesaat. Yang jadi pertanyaan Dian
satu, kalo seandainya nanti Dian jadi ikut lalu ditempatkan di Papua, bapak gak
kepikiran untuk menengok kesana juga kan? Hehhe. Kecup jauh buatmu, pak. Sehat selalu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar