Jejak

Jejak

Sabtu, 24 Oktober 2015

Ngelindur Pagi Bolong

Share it Please


Sepagi tadi ibu telpon. Beliau bilang bapak semalam gak bisa tidur, karena di daerah Saradan ada seorang mahasiswi yang dibunuh. Dalangnya seorang wanita juga kata ibu, dan beliau bikin praduga kalo kemungkinan motif pembunuhan karena rebutan pacar. Ah, sudah gak kaget ya. Namanya juga jaman edan. Tapi bukan ini poinnya. Poinnya adalah bapak gak bisa tidur karena kepikiran kondisi saya disini. Mendadak bapak mau main ke Jember lihat kondisi tempat saya menuntut ilmu.Beliau  ampai gak bisa tidur. Ah bapak...
Saya ingat betapa bahagianya momen pertama kali diantar bapak ke Jember. Dari kami berempat  yang diterima di kampus ini, Cuma saya yang diantarkan bapak daftar ulang. Bapak gak pernah bilang alasannya mau ikut mengantar, padahal jelas saya ada teman yang-teman yang juga berangkat sendirian. Di Jember, bapak Ikut mengantar mengantri sampai seharian. Hari itu, sangat melelahkan akibat ngantri dari pagi sampai magrib. Saya Cuma sarapan dan belum makan. Selesainya daftar ulang, bapak sudah di berada di halaman UMC yang saat itu jadi tempat periksa kesehatan. Setelahnya kami pulang. Waktu saya bilang lapar, bapak bilang bapak juga belum makan karena ingat saya pasti belum makan juga. Ah bapak...  
Pulangnya, seingat saya bapak sedikit demam. Mungkin akibat faktor usia sehingga mendapati perjalanan jauh membuat ketahanan tubunya berkurang. Mungkin saja . Meski saya tahu bapak orang yang kuat.  Ingatan ini yang buat saya gak tega kalo bapak mesti menengok jauh-jauh kemari. Saya Cuma diam mendengarkan kabar ibu. Saya bilang, bapak nggak usah kemari nanti bapak kecapekan. Tapi sudahlah, saya tau bapak. Keresahannya gak akan pudar sampai beliau selesai memastikan. Ah Bapak, putrimu  baik-baik saja. Masih manis dan berjuang menyelesaikan skripsi. Berita di Saradan itu, jangan mengecoh ketrentamanmu. Saya baik saja-saja pak.
Saya seringkali egois belakangan ini. Saya lupa lihat ke bawah, dan terus memaksakan kehendak seenaknya. Maafkan Tuhan. Saya sering rancu dalam memilah hal-hal yang baik atau buruk. Selanjutnya saya bingung, hidup yang benar itu seperti apa Tuhan? Anggap saja saya bertanya dari sisi perempuan. Kenapa pikiran saya mbulet njelimet ya? Gak bisa buat perencanaan yang istimewa. Misalnya kawan-kawan saya sekarang ini, disamping  sibuk garap skripsi dan memikirkan jodoh kemudian setelah lulus ingin bekerja lalu menikah. Atau seperti mantan yang ingin segera menyelesaikan kuliah selanjutnya pergi ke luar Jawa dan bekerja disana. Sedangkan saya entahlah mau kemana. Rasanya ingin sekali melakukan pencarian meaning of life di tanah antah berantah, lalu entah menemui ajal atau kebosanan akut atau sungguhan bertemu arti hidup. Saya nggak tahu kenapa kepikiran ikut program yang katanya setiap tahun ada saja korbannya. Entah tenggelam karena tidak bisa berenang atau hal lain. Serem? Iya lah. Siapa yang gak takut ketemu resiko nyawa melayang apalagi manusia kecil, cengeng, baperan dan banyak nimbun dosa kayak saya.
Seiring waktu berjaan, niat ini timbul tenggelam dalam hati dan pikiran. Misalnya kalo sedang garap skripsi, saya gak fokus yang lainnya kecuali barang membosankan ini segera selesai. Hahaha. Tapi saingannya banyak lo. Kok mahasiswa di kota-kota besar itu tertarik ya mengabdi di pedalaman? Lantas kenapa di universitas saya ini, gak ada woro-woro program ini sama sekali? Ah, biar rumput yang goyang-goyang itu menjawab.
Selanjutnya, rencana saya sama. Bekerja dan menciptakan keluarga sendiri. Dengan bekal yang saya punya, lalu menciptakan keluarga sederhana yang romantis, bahagia, sentosa sampai akhir hayat. Biar kami,  hidup yang sebenarnya hidup.  Biar hidup saling cinta dan menghargai. Begitulah. Sama saja seperti mimpi-mimpi yang lainnya.
Alasan lain kenapa ingin pergi ke antah berantah, karena saya ingin memuaskan dahaga masa muda. Kayaknya saya kurang  piknik deh. Gak pernah lihat ke bawah, sehingga seringkali kurang bersyukur. Suka mengeluhkan hidup yang gini-gini aja. Ya Robb, hambamu ini gini-gini terus. Maafkan terus ya Robb.
Selanjutnya, ketika ada yang bertanya apa kamu yakin? Nyali saya langsung saa ciyut. Hanya karena pertanyaan sebaris saja sudah begitu, gimana mau menghadapi tantangan di antah berantah? Saya sering menertawai diri sendiri. Kayaknya saya kegedean mimpi, padahal badannya kecil. Mana kuat mikul? Semua rencana akan tetap jadi wacana jika tidak ada skenario Tuhan yang dirancang segaris dengan apa yang kamu mimpikan. Maka saya nggarap skripsi saja sekarang. Sambil sesekali ngikuti mode anak muda yang suka nongki dan ngerumpi. Kalo muak, saya diam di kosan dan merenung. Hidup gitu-gitu aja sih. Nothing special. Coba pinter kayak Dina, mungkin sekarang saya sedang cari warung ngopi bareng dia di Jepang. Hai Dina, sudahkah ketemu warung kopi? Saya rindu pikiran cerdasmu. Hehehehe.
Saya manusia yang kuno sekali. Suka canggung di tempat elite dan sering merasa risih ngikuti mode sekarang karena bukan saya banget. Jadi sebenarnya, kalo ada yang bilang perempuan itu ribet, dia harus lihat dulu manusianya. Yang bikin ribet itu mode, karena wanita ingin cantik sesempurna mungkin. Nggak salah kok. Kodratnya wanita pingin selalu tampil cantik. Tapi saya salut sama perempuan yang suka tampil apa adanya. Gak pedulikan bedak atau baju cantik. Be natural dan cuek. Kok berani, di jaman yang sekarang ini banyak artis dadakan muncul di IG atau sosmed-sosmed lain. Lalu suka takjub lihat lelaki yang melihat wanita apa adanya begitu. Ah, betapa beruntungnya mereka ketika memiliki  satu sama lain.
Lah, cuapan saya jadi nggeladrah kemana-mana. Oh iya, mau saya tanyakan lagi. Ya Robbku sayang, jadi apakah perencanaan hidup ruwet saya dibenarkan? Saya seringkali menyalahkan idealisme ini. sering menyalahkan mimpi. biasabiasa saja lah jadi manusia. Mengikuti alur Tuhan kemana Dia arahkan. Sederhana saja. Gak usah dipikir ruwet. Tapi, ehmm. Sebenarnya saya gak berpikir ruwet-ruwet amat sih untuk rencana ini. Biasa saja. Diijinkan Alhamdulillah, nggak diijinkan pun saya punya pilihan lain yang pasti. Bekerja misalnya.  Karena terkadang, hidup ini suka terbolak-balik. Manusia yang punya perncanaan hidup sederhana saja, malah punya liku kehidupan yang luar biasa asyik. Sedangkan yang punya rencana ini itu mentok-mentoknya malah punya alur yang standar saja. Jadi begitulah. Kata Thole, hidup saja disaat ini. nggak perlu memikirkan kembali masa lalu atau masa depan. Ehm, kadang saya mau tanya sama dia. Apa itu artinya, dilarang bikin perencanaan hidup atau pasang-pasang target? Ah, biar Tuhan, Thole dan udara di sekitar yang tahu.
Terpenting, ingat empat  falsafah jawa ini. Ojo gumunan, ojo kagetan, ojo getunan, ojo aleman. Maknanya dalem. Artinya cari sendiri di google ya. Udah panjang tulisannya. Saya malas jelaskan. Hahaha.
Oh iya, Bapak, panjenengan sampun ngertos kulo bade tumut program niku to? InsyaAlloh lo pak. Namanya wacana pak. Siapa tahu putrimu ini seiring berjalnnya waktu makin kehilangan nyali lalu bablas hilang, jadi sekedar mimpi sesaat. Yang jadi pertanyaan Dian satu, kalo seandainya nanti Dian jadi ikut lalu ditempatkan di Papua, bapak gak kepikiran untuk menengok kesana juga kan? Hehhe. Kecup jauh buatmu, pak. Sehat selalu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Followers

Follow Us

Follow The Author