Jejak

Jejak

Sabtu, 10 Oktober 2015

Sebuah putaran

Share it Please
Saya gak bisa tidur. Sedang dikoyak-koyak sepi dan jenuh memandang tembok putih. Kalo sudah begini, pikiran saya mudah melayang kemana-kemana. Merenungi keresahan. ciahh... merenungi kamu. ini terus. =.=a

             Saya mau cerita sajalah tentang hari kemarin. Ada acara pelantikan anak magang Manifest di Payangan. Saya, Luluk dan Lilik berangkat menuju lokasi ketika panas matahari lagi kuat-kuatnya. Tapi sebelum berangkat masih berkeliling dulu mengantarkan pesanan burger dan sandwich produk jualannya Luluk. Baru kemudian kami berangkat menuju Payangan. Saya bilang sama Luluk, biar saya saja yang bonceng dia karena dia pasti capek berkendara dari Jenggawah. Wajahnya Luluk gak haqul yakin gitu lihat saya. haha.. iya sih. Soalnya saya gak pernah bonceng dia, apalagi perjalanan yang cukup jauh begini. Saya cuma ketawa dan sebisa mungkin meyakinkan dia. Bismillah aja Luk :3 Heran sih, orang-orang yang saya bonceng suka khawatir duluan. Apalagi lihat saya nyebrang jalan. Padahal, yang nyetir biasa aja. hahaha. Waktu kkn juga suka dibilang slengekan karena naik motor banter tapi syekarepan. halaaa bocah. Sayaanggunsayaanggun! 
           Akhirnya Luluk percaya. Selepas dari pom bensin, giliran saya yang nyetir. kalem. Soalnya kami gak lepas dari perbincangan banyak hal. Salah satunya ketika kami mengenang dua tahun lalu waktu survei tempat pelantikan angkatannya wario 2012. Cuma kami berdua yang waktu itu survei tempat ke Papuma, watu ulo dan payangan lalu pulang hujan-hujanan. Karena kepengurusan yang waktu itu mayoritas cewek, kami semua jadi peyempuan-peyempuan setrong waktu itu. ah, baru sadar sekarang. Terus hujan-hujan kelaperan kami berdua mampir di warung bakso Pojok Mangli.  Makan bakso sambil menggigil kedinginan karena baju yang basah semua. hehe. 
            Kami berdua terus berbincang, hingga sampailah kami bertiga di lokasi camping Manifest. Kami salami bocah-bocah anyar yang sedang duduk melingkar di atas banner bekas. Menyaksikan mereka berproses. Menulis puisi, bikin karikatur dan bercerita tentang makna-makna yang tertuang dalam karya mereka. Saya bahagia. Bukan hanya karena menyaksikan semangat mereka, tapi sekilas mengingat sepanjang hari kemarin rasanya Tuhan sedang mengizinkan saya bernostalgia. 
               Jadi, malam Jumat sebelumnya saya berencana berangkat ke gramedia sama Sriani. Mau cari dompet sama buku. Tapi akhirnya saya urungkan karena kawan baik saya sedang galau berlebihan. Saya tahu dia lagi nangis dan minta ditemani. Maka dengan rasa gak enak hati saya cancel rencana dan untungnya Sriani memang gak terlalu pingin. Saya sama pentol akhirnya merubah rencana malam Sabtu saya. Pergi ke stasiun beli tiket lalu mau cari bunga untuk buat bucket bunga. Mampir ke Gramedia sebentar, untuk lihat dompet. Sayangnya cuma sedikit pilihan karena sedang dibawa promosi kata mbaknya. Yasudah, kami lanjut ke pasar tanjung beli pita, bunga gabus kecil, dan beberapa miniatur imut. Ada rencana bikin usaha dan mau nyoba bikin dulu. 
               Selesai dapat barang-barang yang dibutuhkan, kami pulang melewati alun-alun. bahagianya saya ketika melihat seorang dengan muka putih tengah berpentomim di tengah-tengah penonton. Saya lihat banner yang melatar belakangi sang seniman, Aksi Sastra Solidaritas Salim Kancil. langsung saja saya minta Diah berhenti di alun-alun.  Rambut gondrong, asap rokok, gaya slengekan jadi ciri khas beberapa orang yang sudah duduk melingkari panggung. Pasti kebanyakan adalah anak kesenian, pecinta alam dan beberapa komunitas Jember. Saya ajak Diah duduk di belakang. Kemudian kami menikmati hiburan. Band dari wismagita, gudang, Dkk  dan lainnya satu persatu tampil bermusik. Masih ada komunitas yang lain seperti Oi Jember. 
             Saya senang duduk diantara mereka. Cukup lama gak menikmati hal-hal semacam ini. Gak mengikuti sampai selesai karena sudah agak malam, dan penonton yang semakin banyak maka kami balik. Di tengah jalan, Diah lapar maka mampirlah kami ke angkringan Ojo mampir sediluk, usaha kawan-kawan saya seangkatan. Mereka guyonan menyebut kami berdua gadis malam ketika baru datang. Melihat pengunjung yang mayoritas laki-laki tapi kebanyakan kami kenal karena kawan-kawan sefakultas. Lalu sambil menyeruput secangkir cappuchino, saya berbincang dengan Amin dan Songot yang nimbrung sesekali. Rasanya bernyawa :p Mengingat saya rajin jadi anak kosan sekarang, rasanya saya kayak nostalgia ketika masih aktif organisasi. Pulang malam, diskusi sambil ngopi, lihat teater, acara musik, nobar, KLJ, ke gumuk, gak peduli penampilan kucel karena di kampus seharian, cekikikan, frustasi dalam kepanitiaan dan banyak hal lainnya. Saya rindu. Cuma rindu sih. Sebab saya tahu batas kemampuan diri saya sendiri mesti bagaimana sekarang dan menyadari hal-hal yang sudah sepatutnya dikerjakan saat ini. 
            Tuhan berbaik hati sekali. Ketika saya sedang stres seharian saat Jumat itu, akibat gak bisa melakukan apapun-gak bisa ngelab. (Iya, saya suka stres kalo diam dan kosong!) Ia beri saya waktu untuk memutar kenangan yang lagi saya rindukan. Terimakasih ya Robb. 
             Mungkin dulu hal-hal itu biasa saja. Tapi mengingat kondisi sekarang, saya baru sadar. Ngopi saja adalah satu kenikmatan warbiyasah. Maka nikmat Tuhan mana yang kau dustakan, yan? 
             Nostalgia gak cuma berhenti di aksi solidaritas dan ngopi, tapi berlanjut di payangan tempat saya tengah merenungi nostalgia tadi. hehe. Kembali ke ingatan saya tengah duduk manis dengan dedek-dedek gemes Manifest yang di angkatan sekarang mayoritas laki-laki. Lebih absurd dan berwarna karena sekumpulan laki-laki menurut saya lebih pandai berbaur ketimbang perempuan. mereka berproses lalu di sesi akhir hari itu, kami saling sharing. Bercerita kembali mengenai kenangan asam manis pahit selama di rumah ini-Manifest. Saya jadi mengenang lebih banyak disini. Berlipat-lipat rindu. Aduh jadi baper. 
             Tapi saya mesti sadar. Kenangan lalu akan tetap jadi seperti itu. Di depan ada banyak kejadian yang mesti saya ukir lebih manis supaya lebih banyak lagi kenangan-kenangan yang akan saya ingat. Saya bisa mengenal mereka, dan bisa bercerita sembari duduk diatas pasir Payangan sebab pilihan saya untuk terus bertahan ketika itu. Sebagai seorang minoritas yang terus berusaha mendekat. Maka saya bersyukur untuk ini. Sebab hidup selalu tentang pilihan-pilihan, saya punya harapan kencang subuh ini. Semoga pilihan yang saya punya selanjutnya, bisa mengantarkan pada hidup yang berarti dan bermanfaat untuk banyak manusia. memilih. Dan soal memilih kamu, biar Alloh yang tunjukkan jalan terbaiknya. uhuk.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Followers

Follow Us

Follow The Author