Jejak

Jejak

Senin, 30 November 2015

Catatan Akhir November

Share it Please
Perempuan akan selalu di bawah laki-laki, kalau yang diurusi hanya baju dan kecantikan
-Soe Hok Gie-

      "Perempuan itu makhluk yang istimewa nduk. Harus dihormati, disayangi. Punya anak perempuan juga harus disyukuri. Tapi masih ada orang yang kalo anaknya lahir perempuan malah gak suka. Dibedakan perlakuannya antara anak perempuan dan laki-laki" kata bapak di waktu yang lalu. Entah karena obrolan semacam apa antara saya dan bapak tiba-tiba beliau membicarakan hal ini. Saya lupa. Di rumah, intensitas obrolan kami tak sebanyak seperti halnya saya dengan ibu. Yang jelas, kalimat bapak yang satu ini sanggup membuat saya merasa bahagia jadi anak perempuannya. hehe
      Akhir November 2015, saya berangkat ke Sidoarjo untuk menemui keluarga saya di kontrakan barunya mbak Lia. Bukan perjalanaan yang istimewa sebab tak sesuai rencana awal saya. Saya dan ibu menginap dari Sabtu sampai Minggu, sedang bapak dan kedua bocah bandel pulang ke Madiun. Mulai minggu pagi, ketika sore ibu berencana pulang dan saat mbak Lia dan mas ipar saya belanja, ibu menangis seharian menatap cucu pertamanya. Bayi dua bulan yang setiap hari ikut ibu momong sewaktu di rumah dan hal-hal lain yang ibu pikirkan. Entah apa. Waktu ibu pamitan, saya dengar ibu dan mbak Lia bicara penuh air mata. Aduh, saya gak tahu mesti menuliskannya semacam apa. Ini ikatan batin antara seorang ibu dan anak pertamanya yang telah tumbuh jadi seorang ibu juga. Pada kekhawatiran ibu yang meninggalkan mbk Lia mengemong anaknya di kota asing yang belum ia kenal. Kekhawatiran ibu pada cucu pertamanya yang nantinya akan di momong pengasuh sebab mbak Lia dan mas ipar bekerja. Dan banyak hal lain, yang juga ikut saya khawatirkan dan pikirkan jangka panjang. Ya Robbi. Ini tentu saja persoalan umum. Semua anak  baik laki-laki atau perempuan tentu saja suatu saat akan berpisah dengan orang tuanya. Membentuk keluarga barunya sendiri. 
     Tapi melihat ibu dan mbak Lia yang kini tumbuh jadi seorang ibu, saya baru benar-benar sadar, betapa istimewa dan tangguhnya seorang perempuan. Entah kenapa begitu repot menuliskannya. Terlalu banyak rasa yang sulit saya urai satu-satu. 
        Selain hal di atas, sewaktu di Sidoarjo saya mengutarakan sedikit kekecewaan pada ibu. Atas sebuah harapan yang begitu saya inginkan, ibu bilang diijinkan namun pada kenyataannya, di dalam hatinya paling dalam ibu gak merelakan. 
"Ibu bilang iya, tapi dalam hati rasanya gak rela. gimana terus? meskipun berdoa, tapi rasanya ibu gak sreg nduk" 
Duh, ridho Alloh ridhonya orang tua sih. Seberapapun niat dan usahanya, kalo Ibu gak ridho, pasti gak akan bisa. Saya menyesal bu, maafkan anakmu yang suka minta hal-hal nyeleneh. Maafkan anakmu yang suka bikin khawatir. Maafkan anakmu yang suka jarang kasih kabar. Saya gak akan berharap penuh lagi pada hal-hal yang nggak ibu suka atau membuatmu khawatir. 
       Ibu bilang, punya anak perempuan itu tanggung jawabnya besar. Bukan bermaksud membandingkan. Tapi, sebab anak perempuan mesti dianggap makhluk lemah, banyak kerentanan dan bahaya yang gak bisa setiap waktu diawasi. Pelecehan seksual misalnya. Alhamdulillah, sepanjang hidup saya gak pernah dan gak pingin mendapat perlakuan gak senonoh. Tapi kejadian kecil kemarin bikin saya mikir betapa jadi perempuan itu butuh kewaspadaan penuh. Waktu perjalanan pulang ke Jember dari Sidoarjo kemarin, saya duduk di samping seorang pemuda dari Bali. Kami mengobrol tentang hal-hal menarik di Bali, salah satunya tentang Trunyan, sebuah pulau mayat di Bali. Setelah asyik mengobrol, lalu saya tidur. Pemuda yang duduk di samping saya ini duduk di sebelah jendela. Saya yang tertidur cukup pulas tiba-tiba merasakan sesuatu di bahu saya. Eh.. rupanya pemuda di samping saya dengan nyamannya tidur nyender di bahu saya. Meski bukan bersandar penuh kayak orang pacaran. ihh. Tapi tentu saja bikin risih. Duh, gak berniat suudzon sih. Mungkin orang ini bener kelelahan sampai keenakan tidur. Tapi gak cuma sekali dua kali, akhirnya saya mesti duduk tegap tanpa bersandar di bangku. Kemeng cong! Bajidul bener nih orang. Dan beberapa kejadian di sepik di kereta memang sangat mengganggu. Selebihnya di luar hal-hal itu saya cinta kereta ketimbang bis.
        Hal-hal kecil begini sama perempuan juga mesti dipikirkan. Haduh perempuan, riwayatmu sejak dulu. Makanya saya pikir Quote Gie diatas, sudah semestinya dihayati dengan penuh.
       Kemarin, setelah perjalanan dari Sidoarjo, sorenya saya dan teman-teman angkatan ke Situbondo berangkat melayat ke rumah teman. Di perjalanan berangkat, kami mengiyup di depan emperan toko yang tutup. Cuma berempat, dua teman laki-laki, satu teman perempuan dan saya. Tiba-tiba seorang bocah kecil menghampiri kami. Sejak kedatangannya pertama saya merasa agak gimana gitu melihat anak ini. Dalam kondisi basah, ia berhenti ikut mengiyup dengan kami. Bocah perempuan ini melihat kami. Tanpa sadar, saya melihatnya dari kaki hingga kepala. 
        Maaf, kata-kata selanjutnya agak vulgar. Saya heran, bocah ini punya bentuk dada yang sudah membentuk tapi dia tak mengenakan minimal miniset dan bajunya menerawang. Oh, di desa ini mungkin biasa saja pikir saya. Saya ditegur seorang kawan saya yang laki-laki karena melihat bocah ini sedemikian rupa. Gak sopan katanya. Baiklah, saya menyesal. Karena sungguh tanpa sadar memperhatikannya dengan begitu heran. Lalu kawan saya yang pria itu berbincang dengan bocah perempuan ini. dari obrolan mereka, saya tahu anak ini masih SD kelas tiga. Cara bicaranya ceplas-ceplos dan dari pertanyaan yang ia lontarkan sangat polos. Sesekali ia menengok ke jalan dan menyapa seorang pria paruh baya yang lewat dan ikut melambai ke arahnya. hal selanjutnya, terjadi percakapan dengan kami berempat.
"mas ini pacare mbaknya ya?" ia menunjuk saya. Kemudian tanpa menunggu jawaban, ia melirik teman saya yang lain, yang punya perawakan tinggi dan mancung.
"Mas yang ini pacarku nih. Ganteng, hidungnya mancung" 
Bahkan kata teman perempuan saya, ia sempat mendengar bocah ini mengatakan i love you. Yak ampun bocah. kegenitan bocah ini mulai menajdi-jadi. ia pegang tangan teman-teman saya yang laki-laki
"mas minta uang" katanya kemudian. Disini saya baru ngeh. Tapi kami gak menggubrisnya. Beberapa kali ia mengatakannya, meminta uang tapi kami cuma menggelenng. Saya makin heran sama anak ini ketika ia tiba-tiba (duh maaf) memegangi s*s*nya sendiri. Saya masih berusaha berpikir jernih. ah, masih bocah mungkin efek basah, bajunya membuat gatal. Lah, bocah ini semakin menjadi, mengeluarkan isinya satu dan memperlihatkannya pada kami. Secara reflek kami melihat arah yang lain. Astaghfirulloh bocah. Selanjutnya, ia berjalan ke arah teman saya yang laki-laki dan mencium tangannya. 
"Ini ajalah pacarku" katanya. teman saya itu kaget dan reflek mencabut tangannya yang dicium. Bocah perempuan itu meminta uang lagi, tak kami gubris lagi. Kemudian kawan-kawan saya yang lain datang, dan ia pergi. 
      ya Robb. Bocah sekecil itu, saya gak sanggup menahan lebih lama. Mata sudah berkaca-kaca dan kebingungan menahannya. Detik itu saya bersyukur untuk banyak hal yang saya punya. Bersyukur telah tumbuh menjadi seorang perempuan dalam lingkaran keluarga ini. Ada yang saya sesali, mungkin sama seperti ibu yang sampai sekarang masih menangis karena ingat cucunya. Saya telat mengeluarkan isi dompet untuk sekedar  membiarkan ia beli permen. Ketika uang di tangan dan motor saya melaju, ia telah masuk jauh dalam gang. Maafkan Tuhan, saya selalu saja bergerak lambat untuk hal-hal yang semestinya. Terlalu banyak mikir dan berakhir dengan penyesalan panjang. Kini cuma berharap, suatu hari saya bisa bertemu lagi dengannya. Untuk sekedar tahu ceritanya atau hal-hal lain yang lebih baik.
      Dek, kamu masih terlalu kecil untuk melakukan hal-hal rusak semacam itu. jangan dilakukan lagi dek. Sana main boneka sama temanmu. Atau sekali-kali main kelereng sama teman laki-lakimu. Tapi mereka jangan kamu goda. Mungkin saja mereka gak paham sama kelakuan genitmu. Juga gak punya uang receh untuk njajani kamu. Tumbuhlah jadi perempuan yang tangguh, anggun dan baik hati. Mbak mau nangis dulu, karena gak bisa mengucapkan itu untukmu. Duh Gusti... []


*tulisan ini bisa saya sunting suatu waktu untuk hal-hal yang dirasa tidak tepat

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Followers

Follow Us

Follow The Author