Jejak

Jejak

Jumat, 15 Januari 2016

Beda

Share it Please
        Pertengahan Januari 2016. Saya bangun shubuh tanpa kembali tidur lagi. Entah dapat angin apa, mendadak saya ingin mengulang kebiasaan beberapa waktu lalu. Bangun tidur, sholat shubuh, lalu naik ke lantai tiga. Langit pagi masih terlalu muda dan belum tersentuh polesan sinar matahari utuh. Tapi sudah terang , sebab saya gak akan berani kalo masih gelap. hehe Kemudian duduk diatas atap seorang diri, bicara sama langit yang tadi pagi cuma kelihatan satu bintang. Atap kosan waktu fajar memang tempat yang menyenangkan. Meski gak bisa lihat matahari terbit, tapi segaris warna jingganya bisa terlihat dari sini. Dari ketinggian ini, saya bisa lihat gunung yang kemungkinan adalah argopuro dengan jelas, juga atap kos lainnya yang berdiri tegap dan berasa tak berjarak satu sama lain. Dua kosan selain kos biru ini punya ketinggian yang sama, lantai tiga yang difungsikan sebagai jemuran. Tapi sejauh ini saya gak pernah lihat manusia di atap atau lantai tiga ketika fajar. Kelihatannya cuma saya, dan saya menyukai itu. hahaha. 
        Fajar tak kalah dari senja. Mereka punya sisi romantis yang sama saya kira. Bedanya, tak banyak orang menikmati fajar sebab lebih terlena dalam tidur. Sama kayak saya biasanya. Jadi, karena hari ini terasa beda, saya nikmati fajar sepuasnya. Memperhatikan perubahan warna langit. Menikmati angin dingin. Melihat burung-burung. Melihat ada satu bintang di luasnya langit. Lalu bicara dengan mereka. Kata Sheilaon7 di salah satu lirik lagunya 

"aku mulai nyaman berbicara pada dinding kamar" 

Ah, om Eross. Harusnya kamu bangun pagi lalu lihat langit fajar waktu bikin lirik itu. Bicara sama langit lebih nyaman ketimbang pada dinding kamar. Sumpek. Dinding semacam batasan, sedang langit punya tempat yang luas tanpa batas. Halah.
          Baik, langit sudah berubah. Ia terang sebab matahari telah muncul. Waktunya saya turun untuk kembali ke kamar. Sebab ini hari yang tak biasa maka saya gak ingin tidur, beranjak bersih-bersih kamar seluruhnya lalu masak. Selanjutnya berjanji untuk menyelesaikan excel yang kemarin bikin penat. Saya berasa keren karena menepati janji yang saya buat hari ini. Hehe. Lantas malamnya, saya kedatangan tamu dari Banyuwangi. Mantan mbak kos yang paling saya sayang, mbak Nisa. Manusia cerewet yang akhirnya bikin malam ini panjang penuh tawa dan cerita. Ah, Jumat yang baik.
           Hal-hal lainnya,  saya menangkap sosoknya lagi hari ini. Kami bertemu dalam satu frame yang kaku. Mestinya kami tahu sebabnya. Hingga saya kesulitan harus menuliskan apa. Saya punya banyak pertanyaan yang mengganjal di pikiran, sangat tidak melegakan. Namun terlepas dari itu, saya ingin tahu kamu punya waktu tidur yang cukup. Jangan lupa menjaga pola tidurmu, sebab saya tak ingin melihat kamu tersiksa letih hingga tanganmu gemetar begitu. Kurangi merokok dan banyak minum air putih. Saya hanya khawatir, sam. Ah, kamu pasti punya banyak alasan untuk mengindahkannya.
        Jarak selalu jadi hal yang mengganggu, sam. Katanya, jarak paling mengerikan adalah ketika tak lagi saling memikirkan. Ah, saya nggak ingin meneruskan tulisan ini. Makin kalut dan ngantuk. Mungkin sedang butuh kamu. Tidurlah sam, selamat malam []

Ada yang tak bisa kita mengerti dari alasan angin. begitulah akhirnya kita bertanya 
(tuan pemilik rembulan penuh, 2016)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Followers

Follow Us

Follow The Author